Dalam hal ini dibahas mukaddimah pada masalah jual beli meliputi hukum jual beli baik itu yang mubah, haram, makruh, mustahab dan wajib, serta penjelasan pada masalah-masalah tersebut dari sisi hukum-hukumnya
1) Jual beli yang dimakruhkan seperti muamalah dengan orang yang tidak baik dipandang uruf, jual beli dari waktu adzan subuh sampai terbit matahari, jual beli dari barang yang sejak pertama orang lain akan membelinya 2)sebagian dari syarat-syarat jual beli seperti adanya niat jual beli, dengan ikhtiar
Syarat-syarat jual beli seperti , niat yang benar terhadap muamalah, adanya ikhtiar, barang yang dijual belikan adalah kepemilikan, barang yang dijualbelikan harus jelas secara sifat dll, harus terjelaskan apa-apa yang menunjukkan kekhususannya, adanya kemampuan dalam membeli dan menyerahkan barang, tidak ada hak lain dari barang tersebut.
Adab-adab yang dimakruhkan dalam jual beli seperti : terlalu menjelaskan barang berlebih, menjelekkan sifat barang dari pihak pembeli, bersumpah pada hal barang, lebih dulu masuk pasar dan paling terakhir keluarnya, tidak menyetahui cara menimbang dan mengukur barang dan juga harganya, menawar barang,
Hukum-hukum dari sebagian permasalahan jual beli : Menjual dan menyewa rumah untuk digunakan hal yang haram, menjual dan membeli barang haram seperti kitab sesat, melakukan kecurangan dalam barang jualan seperti mencampur adukan beras bagus dengan buruk, tidak bias menjual barang hasil waqaf kecuali barang yang tidak bias dimanfaatkan lagi, jikalau selama periode sewa rumah dijual oleh pemilik asli maka periode tersebut harus diteruskan oleh pemilik baru, tidak boleh menjual barang dengan sejenis dan dilebihkan salah satunya sebab hal terebut riba,
Jual Beli Nasiah adalah jual beli ketika barang dimuka dan barang kemudian , dan sebaliknya adalah jual beli salaf adapun hukum-hukum jual beli Nasiah : zaman penyerahan uang harus tertentukan, setelah masa waktu yng disepakati wajib bagi pembeli menyerahkan uangnya kalau pada saat itu tidak bisa menyerahkan maka penjual harus memberikan waktu padanya, kalau dengan jalan Nasiah harga lebih mahal dan disepakati kedua belah pihak tidak dipermasalahkan, begitupun jikalau penyerahannya lebih cepat dan harganya lebih kurang. Jikalau Jual Beli Nasiah maka selain penentuan waktu menjadi syarat maka penentuan tempatpun menjadi syarat.
Sesuatu dikatakan riba dalam jual beli jikalau memenuhi syarat :1) diantara dua bang yang sejenis, 2) adanya tambahan di salah satunya baik tambahan jenis tersebut atau tambahan lainnya, 3) barang tersebut ditimbang dengan kiloan atau dengan Kaila atau literan. Adapun pinjam meminjam yang riba bisa terjadi kalau ketika akad pinjam meminjam ditambahkan syarat untuk ditambahkan pengembaliannya baik berupa uang ataupun amalan.
Khiar adalah dua belah pihak pembeli dan penjual memiliki hak untuk membatalkan jual beli setelah akad dengan syarat tertentu, Khiyar Majelis adalah pilihan bagi pembeli dan penjual untuk membatalkan akad sebelum keluar dari majelis, khiyar Ghabn adalah pilihan bagi pembeli atau penjual ketika dalam waktu akad tidak mengetahui harga lalu mengetahui harga setelahnya dgn hargu yang terlalu melambung dari harga pasar atau terlalu rendah dari harga pasar, Khiyar syart adalah pilihan bagi pembeli dan penjual selama waktu yang disepakati bias membatalkan jual beli, khuyar Tadlis, adalah pilihan bagi pembeli untuk membatalkan ataupun tidak ketika barang yang diterima tidak sesuai dgn penjelasan penjual karena disebabkan tadlis dari pihak penjual, khiyar 'aib, khiyar dimana pembeli memiliki pilihan untuk membatalkan ataupun meminta selisih harga cacat dan normal kalau ada cacat pada barangnya
Dalam pelajaran ke Sembilan ini dibahas mengenai definisi seluruh khiyarat baik itu khiyar majelis, Khiyar Ghabn, Khiyar Syart, Khiyar tadlis, Khiyar takhallufissyart, Khiyar Aib, Khiyar Syarikat, Khiyar Rukyat, Khiyar Ta'khir, Khiyar Haiwan, Khiyar Ta'adzurisysyart.
Hukum-Hukum Khiyarat : 1) ketika pembeli tidak mengetahui harga pasar lalu terjadi jual beli dan setelah itu mengetahui harga yang dibeli jauh lebih mahal dari harga pasar maka haknya untuk membatalkannya atau ridho dengan pembeliannya, begitupula unutk penjual bagi harga lebih rendah, 2) Ketika setelah muamalah adanya kecacatan didalam barang maka harus cepat rujuk kepada pembeli untuk pembatalan kalau lama merujuk maka hilang hak pembatalannya, 3) jenis-jenis permasalahan yang hilang hak pembatalan dan hak mengambil selisih uang : a) mengetahui kecacatan sejak awal jual beli, b) rela dengan keberadaan cacat, c) pembeli mengatakan : jikalau terdapat cacat maka tidak akan dikembalikan dan tidak akan meminta selisih, d) penjual mengatakan : barang ini dengan segala kecacatannya saya jual.
Khiyar Ghabn memiliki pilihan membatalkan jual beli atau ridha dengan keadaan harga yang ada begitu pula khiyar rukyat dan tidak ada padanya arsy kecuali khiyar Aib maka disana ada pilihan membatalkan jual beli atau meminta arys atau harga selisih.
Dalam pertemuan ini dibahas mengenai Jual beri bersyarat dan sebagian pembahasan mengenai hak Syuf'ah adapun jual beli bersyarat diperbolehkan yakni ketika penjual menginginkan untuk menjual barangnya dikarenakan kebutuhannya dengan harga yang kurang dari harga pasar dengan syarat dengan pembeli selama jangka waktu tertentu untuk bisa dikembalikan barangnya jikalau penjual bisa mengembalikan uang pembeli, adapun hak syuf'ah adalah hak pihak kedua pada dua orang yang bersekutu untuk mengambil lahan yang setengahnya yang telah dijual oleh pihak pertama.
Disini dibahas mengenai syarat-syarat berlakunya hak syuf'ah pada barang yang dimiliki dua orang, diantaranya adalah pihak pertama melakukan penjualan bukan hibah, dan juga pada barang yang musya' atau belum dibagi dang ghair manqulah
Sewa Menyewa terjadi baik pada barang ataupun jasa yang ada manfaatnya untuk dipakai dengan syarat bahwa barang atau jasa yang disewa harus terdefinisikan dan bersifat permanen bagi barang bukan barang yang bisa hilang cepat seperti makanan, dan selanjutnya penjelasan termaktub dalam hukum-hukum sewa menyewa pada masalah-masalahnya.
Dalam hal ini dibahas mengenai syarat- Syarat dari sewa menyewa bada barang atau jasa yang bisa dimanfaatkan baik itu yang terdefinisikan tidak mubham begitupula syarat-syarat upah atau ujrah, dan selanjutnya dibahas mengenai hukum-hukum pada beberapa permasalahan sewa menyewa.
Pembahasan disini adalah masalah sewa menyewa rumah yang mana ada disebagian muamalah pada masalah ini ketika seseorang memberi sewaan rumah dengan syarat dipinjamkan uang atau lainnya, dan hal ini tidak dipermasalahkan oleh syar'I kecuali kalau terbalik artinya meminjamkan uang dengan syarat disewakan rumah , maka hal ini adalah riba haram hukumnya.
Jualah terjadi ketika sang Ja'il meminta dan mengumunkan kepada amil baik bersifat umum ataupun khusus untuk melakukan atau menemukan hak miliknya yang dihalalkan, dan sang Amil akan mendapatkan Ja'l dalri sang Ja'il, Ju'alah merupakan suatu I'qa bukan aqad seperti halnya sewa menyewa begitupun Jualah sifatnya tidak mengikat bukan seperti sewa menyewa yang terikat
Pembahasan mengenai sarqufli merupakan hal yang memang jarang ada di Negara kita tetapi perlu kita kenal, yakni hak sang penyewa tempat atau rumah atau toko untuk meminta kepada pemilik asli imbalan bagi perubahan sifat kemasyhuran, ketenaran dan sifat-sifat baik lainnya dari tempat tersebut, tetapi hal itu tergantung dari aturan Negara atau hukumah yang ada.
Pimjam meminjam ada yang ditentukan waktunya ada yang tidak ditentukan waktunya, maka bagi yang pertama tidak bisa menagih sang pemberi utang kepada orang yang berutang sebelum masa waktu yang disepakati berbeda halnya dengan yang kedua kapan saja bisa menagihnya, begitu pula bahwa tidak diperkenankan pensyaratan pada pinjam meminjam yang syaratnya bermanfaat bagi pemberi utang karena itu adalah riba berbeda hal kalau sebaliknya
Yang Perlu diperhatikan didalam pinjam meminjam adalah ijab dan qabulnya dan sifat darinya adalah lazim, begitu pula masalah syarat-syaratnya, baik barang yang dipinjam harus miliknya sendiri, atau adanya qabh wa iqbadh, barangnyanya harus mu'ayyan.
Penggadaian itu terjadi apabila seseorang berhutang kepada pihak lainnya dengan menjamin barangnya kepada pihak tersebut, dan pada waktu tertentu kalau tidak bisa membayar hutangnya maka bisa dijual barang tersebut dan kelebihan dari harga jual kembali kepada pemiliki asli barang, dilain hal juga syarat-syarat dari penggadaian ini perlu diperhatikan.
Hawalah adalah perpindahan hutang kepada pihak ketiga baik pihak ketiga tersebut berhutang kepada pihak yang berhutang pertama atau tidak, dan aqadnya adalah lazim diantara muhtal (pemberi pinjaman) dan Muhil ( yang berhutang dan yang ingin memindahkan hutangnya) sekaligus adalah keridhoan dari pihak ketika (muhal alaihi) , dan pihak muhtal memiliki hak untuk menerima atau tidak hawalah tersebut.
Dhoman adalah aqad diantara penjamin (Dhomin) dengan Madhmun lahu ( orang yang memberi utang) kepada madhmun anhu ( orang yang berhutang) untuk menjadi penjamin bagi hutang madhmun anhu, dan tentunya dhoman ini ada syarat-syaratnya yang harus diperhatikan didalam pembahasan ini, sifat aqadnya lazim kecuali disyaratkan didalam aqad untuk bisa melepas dari jaminannya.
Kafalah adalah jaminan dari penjamin untuk menghadirkan orang yang berhutang kepada pemberi hutang pada waktu tertentu yang disepakati, dan sang pemberi hutang memiliki hak ketika mau memberikan hutangnya meminta untuk dihadirkan kafil (penjamin) perbedaan dengan dhoman bahwa kafalah adalah jaminan penghadiran orang sedangkan dhoman adalah jaminan menghadirkan uang atau barang, pekerjaan menjadi Kafil atau penjamin disini hukumnya makruh.
Wikalah adalah perwakilan suatu amalan kepada pihak lainnya (wakil) dan hal ini perlu memperhatikan syarat-syaratnya diantaranya hal yang diwakilkan adalah hal yang mampu dilakukan dan jelas, dan wakil, serta muwakkil memenuhi syarat syar'I seperti baligh berakal , ikhtiar, serta tidak terdapat hajr ( penghalang) bagi muwakkil menggunakan hartanya , secara ihtiath wajib perwakilan harus munajjaz bukan muallaq.
Seseorang ketika terkena hukum mahjur alaihi maka terhalang dalam menggunakan hartanya sendiri bahkan tidak bisa melakukan muamalah baginya atau orang lain, dan al-Hajru bisa disebabkan oleh umurnya yang belum baligh atau, karena safih, atau karena majnun (gila) atau karena falas ( terlalu banyak hutang dan bangkrut)
Dalam masalah ini dibahas mengenai penghalang menggunakan harta bagi anak kecil yang belum baligh, yang mana pada saat itu anak kecil tidak bisa menggunakan hartanya serta tidak bisa melakukan akad jual beli dan akad-akad lainnya, dan masalah ini diwakili oleh walinya yaitu ayah atau kakeknya.
Safih adalah orang –orang yang tidak bisa memanagemen hartanya dalam masalah jual beli, boros tanpa mempedulikan manfaat dari apa yang dibeli dan dijual, sedangkan muflis adalah orang yang terlalu banyak hutang atau bangkrut walaupun dia memiliki harta tetapi lebih sedikit dari utang yang wajib dia tunaikan maka untuk keduanya safih ataupun muflis terhalang dalam menggunakan hartanya sendiri.
Wadi'ah adalah penitipan barang atau sesuatu kepada pihak lain , yang mana yang menitipkan dinamakan Maudi' dan yang menerima titipan disebut mustauda', sifatnya jaiz yakni kapanpun dan dimanapun bias rujuk dan dikembalikan serta diterima pengembalian tersebut, dan mustau'da' adalah amin tidak ada dhaman kecuali karena tafrith dan ta'addi.
Dalam pertemuan ini dibahas mengenai beberapa masalah yang berhubungan dengan wadi'ah, semisal penitipan dari dan kepada anak yang belum baligh, penempatan barang titipan pada tempat yang aman atau tempat yang disepakati, hilangnya kemuktabaran wadi'ah disebabkan oleh meninggalnya kedua belah pihak atau salah satunya, hukum awal dari mustauda' yang termasuk amin bukan dhamin kecuali kalau tafrith dan ta'addi dll.
Al-Ariah adalah suatu pinjam meminjam barang atau manfaat dari pihak yang meminjamkannya (Al-Mu'ir) kepada pihak yang meminjam (al-Musta'ir) tanpa adanya 'iwadh ( balasan harta atau uang dari manfaat yang dipinjamkannya), dan pada hal ini diperlukan ijab dan qabul dari kedua belah pihak, barang yang dipinjamkannya haruslah milik sendiri atau milik orang lain yang sudah diberi izin untuk dipinjamkan kepada pihak lain.
Didalam pertemuan ini dibahas mengenai syarat-syarat al-musta'ar ( barang yang dipinjamkan) dan apa-apa yang berhubungan dengannya, seperti barang yang dipinjamkan sifatnya ta'yiin ( tertentukan) bukan taraddud ( pilihan),barangnya langgeng bukan barang yang habis pakai, dan juga bias dimanfaatkan secara halal.
Syarikat dibagi menjadi dua yang pertama adalah sesuatu yang dimiliki oleh dua orang atau lebih, baik itu dalam 'ain atau manfaat atau utang atau haq yang kedua adalah sesuatu itu bersyarikat diantara dua atau lebih dengan aqad syarikat, adapun sebab-sebab yang pertama memiliki sebab-sebab diantaranya warisan, aqad naqilan, penemuan atau percampuran.
Syarikat yang bukan aqdi yang dari percampuran bias secara hakiki bias bula secara dzahiri hukmi, adapun yang pertama pada barang cairan yang sesame jenis atau tidak, dan yang kedua yang bubuk halus sesama jenis atau tidak seperti terigu dan biji-bijian yang sesama jenis, adapun yang berbeda jenis maka bukan syarikat tapi dengan tasholuh begitu pula pada barang qimiyat dengan tasholuh
Syarikat aqdiah atau iktisabiah adalahaqad yang dilangsungkan diantara dua orang atau lebih untuk muamalah tertentu pada barang atau harta yang disyarikatkannya, sehingga keuntungan dan kerugian yang ada tergantung dari nisbah harta yang disyarikatkannya, didalam hal ini syarat-syarat bagi orang yang beraqad harus terpenuhi seperti baligh, qasd, berakal, ikhtiar, ketiadaan penghalang, dan syarikat aqdiah yang muktabar hanyalah syarikat 'inan.
Syarikat aqdiah yang muktabar hanyalah syarikat "inan yang mana disana harus tercampur harta yang disyarikatkannya, baik itu barang yang tercampur seperti barang cairan atau bukan cairan seperti uang atau secara mitsli atau qimi, begitu pula dalam penggunaan hal barang syarikat untuk dilakukan amal usaha harus meminta izin dari syarik yang lainnya.
Mudharabah adalah aqad yang dilaksanakan diantara dua orang yang mana salah satunya adalah pemilik modal dan yang lainnya adalah orang yang mengerjakan usaha tijarah dengan modal tersebut ( amil), syarat-syarat yang perlu diperhatikan disini adalah syarat-syarat dua orang yang saling bersepakat, kedua syarat-syarat modal usaha, selanjutnya syarat-syarat keuntungan dan syarat-syarat jenis usahanya.
Dalam pertemuan ini dibahas mengenai beberapa masalah modhorabah diantaranya bahwa mudharabah harus diawali dengan aqad jadi kalau memerintah pihak kedua untuk menjual sesuatu lalu uangnya begitu saja menjadi modal mudhorobah tidak bisa dilakukan kecuali kalau setelah itu diadakan akad baru, masalah lainnya bahwa pihak pemilik modal lebih dari satu dan amil satu orang tidak dipermasalahkan begitu pula sebaliknya, begitupula dengan persentase yang akan diambilnya tergantung dari kesepakatan yang ada.
Permasalahan yang dibahas di sini banyak diantaranya adalah persentase keuntunngan jikalau pemilik modal lebih dari satu dan amil satu orang begitu pula sebaliknya, kedua masalah abad mudhorobah yang jail, lalu asal dari hukum amil sebagai amin yang tidak menjamin jalannya usaha kecuali jikalau ada hal-hal yang menyalahi syarat atau melakukan usaha dengan cara yang teledor atau berlebihan bahkan malas.
Disini dibahas mengenai biaya pengeluaran apakah dari modal atau tidak seperti biaya bepergian, dan syarat-syarat biaya yang bisa diambil dari modal asli, selain daripada itu masalah lainnya yakni sang amil tidak boleh mengajak pihak lainnya dalam usaha kerja untuk menjadi amil atau mencampurkan modalnya dengan modal pertama kecuali dengan seizin pemilik modal yang pertama
Di sini dibahas mengenai masalah-masalah lain dalam mudhorobah diantaranya masalah kalau terjadi pembatalan, atau memang batal dari asasnya disebabkan kekurangan syarat-syaratnya, begitupula hukum ketika sang Amil tidak melaksanakan usaha kerja sesuai dengan kesepakatannya, serta hukum rujuk bagi pembelian masih, dan yang terakhir beberapa hukum dalam masalah kalau terjadi perselisihan.
Disini dibahas mengenai kelanjutan dalam masalah perselisihan antara kedua belah pihak, Diana terjadi perbedaan mengenai jumlah untung, atau perselisihan mengenai persentase untuk pada salah satu pihak dan pihak lain mengingkarinya , dan siapa yang harus didahulukan dalam pernyataannya, begitu pula di bagian akhir dibahas mengenai masalah dalam kondisi apa saja sang amil itu menjadi penjamin dan dalam kondisi apa pula bahwa sang penjamin bukan menjadi penjamin.
Muzara'ah adalah jenis mualamah diantara pemilih tanah dan petani atau peladang untuk menanamkan satu pada lahannya dengan mendapatkan hasil yang dibagi diantara keduabelah pihak secara persentase, yang mana di sini memerlukan syarat baik syarat bagi orang-orang yang beraqad, dan juga hal yang muktamar padanya seperti persentase hasil, penentuan bagian secara ta'yiin, penentuan lamanya, tanahnya yang bisa dijadikan lahan, penentuan jenis yang ditanam, penentuan wilayah tani, dan penentuan tugas benih biji tanaman.
Dalam masalah muzara'ah tidak disyaratkan lahan itu miliknya sendiri tetapi bisa sak dari hasil sewaaan, masalah lainnya adalah dibolehkannya syarat bahwa keuntungan akan dibagi kalau sudah menutupi biaya persiapan dengan syarat harus dimungkinkan adanya sisa untung setelah penutupan biaya tetapi kalau tidak ada sisa untuk maka syarat tersebut tidak diperkenankan.
Pembahasan di sini adalah mengenai amil atau petani yang meninggalkan usaha taninya setelah aqad muzaraah begitu saja tanpa alasan maka setelah habis masa waktunya sang petani harus membayar jaminan upah yang sepadan dan masa yang tidak diolah, adapun masalah abad muzara'ah yang sudah ditentukan Siantar kedua belah pihak baik jenis tanahnya atau benihnya lalu kenyataannya tidak sesuai dengan yang disyaratkan maka kedua pihak yang dirugikan mendapatkan hak pembatalan. Aqad muzara'ah adalah lazim.
Akad Muzara'ah adalah lazim sehingga ketika salah satu dari yang beraqad meninggal dunia maka akaqnya tidak batal dan diteruskan oleh ahli warisnya. Jikalau ternyata ditengah jalan tidak terpenuhi syarat akad maka terjadi batal maka hasil yang didapat untuk pemilik tanah jikalau benih darinya dan petani mendapatkan upah selama waktu tersebut. Adapun masalah pajak pertanian kepada pemilik pertanian tersebut bukan kepada petani kecuali adanya perjanjian sebagian ditanggung petani juga.
Musaqat adalah muamalah diantara dua belah pihak pemilik tanaman dan pemeliharanya pada tanaman yang memiliki akar yang kuat untuk memelihara tanaman tersebut dengan adanya bagi hasil pada buah tanaman yang dimaksud, dengan syarat pada orang yang berakad seperti syarat-syarat abad, begitu pula pada tanaman yang dimiliki secara 'aini dam manfaat , dan pada hal yang ditanaman, jelas/tertentukan, pada jangka waktu kesepakatan dan pembagian hasil secara persentase.
Dibolehkan dilangsungkan abad musâqôt pada tanaman yang tidak ada buahnya akan tetapi ada daun atau bunga yang bisa ada manfaat dan harganya. Jikalau ada tanaman yang mana memiliki pengairan yang cukup secara alami maka masih bisa diberlangsungkan akad musaqat jikalau dengan pengurusan dan pengairan tambahan tersebut akan menghasilkan buah lebih banyak dan lebih berkualitas, jikalau tidak demikian maka tidak sah akadnya.
Mughorosoh bukanlah musaqat, sebab keluar dari maudhu musoqot, adapun mughorosoh adalah seseorang yang menyerahkan tanah kepada pihak lain untuk ditanami tanaman, dan benihnya bisa dari pihak amil atau pihak pemilik tanah
Sumpah kadang diartikan dengan bersumpah atas khabar yang telah , sedang dan akan terjadi, dan hal ini tidak terkena kafarah bagi yang tak sesuai dengan pengkhabarannya walaupun haram karena berbohong, kadang pula diartikan almunâshadah yakni sumpah atas nama Allah supaya mendorong orang lain melakukan atau tidak melakukan sesuatu, dan hal inipun tidak menyebabkan kafarah, adapun dengan arti yang ketiga yakni bersumpah atas nama Allah untuk dirinya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu maka hal ini akan menyebabkan kafarah bagi yang melanggar sumpahnya.
Bersumpah yang terikat dan menyebabkan kafarah bagi yang melanggarnya harus dengan lafaz tidak dengan tulisan,dan harus dengan lafaz Allah atau nama-namaNya yang lain, atau dengan sifat dan af'alnya yang secara Insiraf menunjukkan kepadanya adapun yang tidak menyebabkan Insiraf kepadanya tidak terikat sumpahnya, begitupula bersumpah dengan selain nama Allah Swt misalnya dengan nabiNya, para imam, tempat muqaddasah maka tidak terikat sumpahnya tersebut.
Sumpah berlaku hanya pada masalah yang wajib, mustajab, atau hal mubah yang raih (ada kebaikan dunia akhiratnya) bukan yang marjuh (kebalikan dari raih), begitu pula berlaku pada hal yang mampu dilaksanakan bukan hal yang tidak mampu dilaksanakannya. Kafarah yang terjadi kalau melanggar sumpah adalah pelanggaran karena kesengajaan bukan karena lupa, keterpaksaan, ketidaktauan.
Nazar adalah mewajibkan sesuatu kepada dirinya untuk Allah ta'ala dengan cara yang khusus sesuai dengan syar'i seperti harus dengan lafaz dan harus dengan nama Allah, sifatNya dan perbuatannya yang dibahas persis di dalam bab sumpah. Begitu pula disyaratkan bagi orang yang bernazar adalah balig, berakal, memiliki pilihan, memiliki maksud dan tidak ada hal yang menghalangi dirinya dalam menggunakan hartanya kalau nazarnya berhubungan dengan harta. Tidak sah nazar seorang istri tanpa izin suaminya, berbeda halnya dengan anak yang sudah balig tidak memerlukan izin orangtuanya.
Nazar itu ada yang bersyarat diantaranya ada nazar birrin yakni yang dihubungkan dengan masalah syukur kepada Allah atau nazar terlepas dari bala, atau nazar zajr (pencegahan) yakni nazar untuk mencegah dari hal yang tidak baik atau mencegah dari meninggalkan sesuatu yang harus dilakukan, dan yang terakhir adalah nazar tabarru' yakni nazar yang tidak bersyarat.
Nazar yang bergantung yang Sukri bisa digantungkan dengan perbuatan orang yang bernazar , bisa pula dengan pihak orang lain bisa pula dengan perbuatan Allah Swt, jikalau yang berhubungan dengan dirinya maka harus yang bersifat ketaatan kepada Allah Swt, dan jikalau yang berhubungan dengan perbuatan orang lain maka harus yang bisa ada manfaatnya kembali kepada orang yang bernazar sehingga bisa bersyukur dengannya, dan kalau yang ada hubungannya dengan perbuatan Allah maka harus yang bisa diharapkan bukan selainnya.
Jikalau bernazar puasa tetapi tidak ditentukan banyaknya maka cukup berpuasa satu hari , begitu pula kalau nazar salat rawatib dan tidak ditentukan jumlahnya maka cukup melaksanakan satu rakaat berbeda halnya selain dari rawatib maka minimal dua rakaat. Perkara yang dinazarkan dan dilanggar wajib baginya kafarah sedangkan kalau perkara salat dan puasa yang dinazarkan maka selain daripada kafarah wajib baginya mengqodho di waktu lainnya kecuali dalam Safar dan hari idul adha dan fitri yang secara mustahab diqodho.
Jikalau bernazar untuk menziarahi salah satu kuburan Imam as , maka untuk memenuhi nazarnya harus menziarahi imam as yang dimaksud tidak selainnya, dan jikalau bernazar untuk berjalan dalam berhaji maka wajib berjalan kalau tidak maka wajib mengulang dengan berjalan kalau tidak ditentukan waktu haji, kalau ditentukan maka tidak wajib qodho tapi wajib kafarah, begitupula dengan nazar bersodaqoh dengan barang dan orang yang ditentukan maka harus sesuai dengan apa yang dinazarkannya.
Jikalau seseorang bernazar untuk bershodaqoh kepada orang yang ditentukan maka tidak lepas kewajiban nazarnya walaupun orang tersebut menolaknya sampai dia meninggal maka lepas kewajibannya atau dia kembali menerima nazarnya. Jikalau seseorang bernazar untuk menghadiahkan sesuatu kepada imam maksum as maka bisa disalurkan dengan membiayai apa yang dibutuhkan dalam pengurusan makam atau untuk peziarah dan apa-apa yang berhubungan dengannya.
Ketika seseorang melanggar nazarnya pada waktu yang ditentukan maka wajib baginya kafarah dan tidak baginya qodho kecuali untuk sholat dan puasa wajib qodho. Adapun masalah 'Ahd yakni perjanjian dengan Allah Swt maka hal ini tidak ada bedanya dengan nazar dari sisi bersyarat atau tidaknya dan bagian-bagiannya kecuali padanya tidak disyaratkan sesuatu yang raih walaupun tidak boleh yang marjuh.
Kafarah ada 4 jenis: ada yang berurut, ada yang pilihan ada yang kumpul berurut dan pilihan, dan ada juga yang wajib melaksanakan seluruh kafarah, adapun yang pertama seperti kafarahnya orang yang melakukan dzihar atau orang yang membunuh secara tidak disengaja, ataupun orang yang sengaja membatalkan puasa qodho ramadhon setelah zuhur, adapun yang kedua yakni untuk pembatalan sengaja puasa bulan Ramadhan, pelanggaran nazar, 'ahd dan wanita yang memotong rambutnya dalam keadaan musibah.
Kafarah jenis ketiga adalah kafarah memilih Siantar membebaskan budak dan memberi makanan atau pakaian kepada sepuluh faqir miskin, dan kalau tidak bisa keduanya maka puasa tiga hari secara berurutan. Dan ini untuk kafarah pelanggaran sumpah, dan wanita yang mencakar wajahnya sampai berdarah dalam keadaan musibah, serta seorang pria yang merobek bajunya bagi musibah istri dan anaknya. Adapun kafarah jenis keempat adalah melaksanakan seluruhnya yakni pembebasan budak, berpuasa dua bulan berturut-turut dan memberi makanan kepada fakir miskin dan adalah untuk orang yang membunuh orang mukmin secara sengaja dan berbuka puasa Ramadhan dengan perbuatan haram.
Dalam menunaikan kafarah harus disertai dengan niat, dan penentuan terhadap jenis kafarahnya, kecuali kalau dia memiliki wajib kafarah lebih dari satu pada satu jenis kafarah seperti membatalkan puasa ramadhon sengaja selama 5 hari maka ditunaikan selama 5 kali walaupun tidak ditentukan untuk hari yang keberapa. Adapun kalau terjadi lupa kafarah untuk jenis yang mana maka bisa ditunaikan kafarah dengan niat ma di dzimmah ( apa yang ada dalam tanggungan)
Dalam menunaikan kafarah yang berurutan, tidak diperkenankan berpindah ke kafarah kedua kalau yang pertama mampu begitu pula yang kedua dan ketiga, adapun masalah yang berhubungan dengan puasa maka wajib hukumnya berurutan tanpa ada jeda, sehingga kalau ada jeda maka wajib mengulangi puasanya di hari pertama, kecuali hal-hal yang tidak menggugurkan puasa kafarahnya seperti bepergian karena hal yang penting dan dharuri, atau haid, sakit atau nifas.
Yang dimaksud dengan puasa berurutan pada kafarah adalah hanya untuk 31 hari yang pertama, dan sisanya boleh terpisah. Dan penentuan dua bulan tersebut boleh dengan hitungan yakni selama 60 hari ataupun dengan hilal walaupun akan terjadi kekurangan dalam jumlah hari, akan tetapi lebih baik melengkapinya kalau terjadi kekurangan pada jumlah hari tersebut.
Dalam memberikan makanan kepada fakir miskin bisa berupa Taslim bisa pula berupa isyba', Taslim adalah menyerahkan satu mud kepada mereka dan yang lebih afdhol adalah dua mud, berbeda halnya dengan isyba' yakni memberi makanan kepada mereka asing asing sampai kenyang, tidak boleh kurang dari 60 fakir miskin.
Maksud dari orang miskin adalah orang-orang yang faqir yang berhak menerima zakat dan mereka adalah orang-orang yang tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya selama setahun baik secara keadaan sekarang ataupun akan datang, dan disyaratkan padanya muslim dan iman secara ihtiyath walaupun boleh kepada muslimin secara umum yang mustadh'af selain daripada Nashik.
Hibah adalah memberikan sesuatu berupa barang (ain) kepada pihak lain menjadi miliknya baik dengan menggunakan pengganti ('iwadh) atau tanpa pengganti, dan hibah ini memerlukan ijab dan qabul, selain daripada syarat-syarat untuk pemberi hibah dan penerimanya seperti balig berakal memiliki maksud, ikhtiar dan tidak memiliki haj dan khusus untuk penerima hibah adalah orang yang bisa menerima barang hibah.
Salah satu syarat dari hibah adalah serah terima, yakni penyerahan dan penerimaan barang dari pihak pemberi hibah kepada penerima hibah, dan serah terima ini harus ada izin dari pihak pemberi hibah, jikalah sang pemberi hibah meninggal dunia telah abad dan sebelum serah terima maka hibahnya batal dan kembali barangnya kepada ahli waris sang pemberi hibah, berbeda halnya kalau sudah serah terima.
Setelah orang memberikan hibah, maka barang hibah terebut bisa rujuk kembali (yakni mengambil kembali ) bisa pula tidak, jikalau menghibahkan kepada keluarga dai rahim seperti kepada ibu, ayah , anak All maka tidak bisa rujuk kembali walaupun tanpa 'iwadh, berbeda halnya kepada orang lain maka bisa rujuk kembali kecuali dengan 'iwadh maka tidak bisa rujuk kembali dan suami istri dihukumi seperti kepada orang lain.
Hibah Mu'awwadh adalah hibah yang disyaratkan untuk diberikan pengganti hibah yang diberikan , dan juga diberikan 'iwadh walaupun belum disyaratkan, sehingga jikalau seseorang menghibahkan kepada orang lain sebuah barang dan tidak menyaratkannya maka tidak lazim bagi muttahib memberikan 'iwadh, kalau disyaratkan dengan 'iwadh, maka sang muttahib memiliki pilihan untuk menolak hibah tersebut atau menerimanya dan memberikan pengganti.
Jikalau sang wahib (pemberi hibah ) meninggal dunia setelah serah terima barang maka akan menjadi lazim hukumnya yakni tidak bisa rukuk kembali walaupun kepada orang lain bukan kepada keluarga dan walaupun belum menggunakan iwadh dan tidak bisa pula untuk ahli warisnya melakukan rujuk begitu pula kalau muttahib ( yang menerima hibah) meninggal dunia setelah serah terima barang maka menjadi lazim dan diserahkan kepada ahli warisnya.
Wakaf adalah menyerahkan barang sehingga keluar dari kepemilikan amaliah dari sang pemberi dan menyerahkan pemanfaatannya kepada orang lain, dan tentunya wakaf ini memerlukan ijab dan qabul walaupun masalah qabul tidak wajib hanya saja dianjurkan adanya qabul.
Salah satu syarat dari wakaf itu sendiri adanya qabdhun yakni penyerahan barang wakaf, untuk wakaf yang sifatnya umum kepada publik maka yang menerima itu orang yang dijadikan pengurus atau wakil oleh pemberi wakaf, adapun kalau tidak ada maka hakim syar'i yang menerimanya berbeda halnya dengan wakaf yang khusus maka yang menerimanya adalah orang yang hadir sebagai tabaqah yang pertama.
Sayrat lain dari wakaf adalah awam yakni abadi tidak disyaratkan untuk periode tertentu, akan tetapi ada jenis wakaf yang pada aslinya adalah awam hanya saja karena di akhir mauquf alaihi berakhir (munqathi' Akhir) maka hal ini seperti wakaf yang munqathi' seperti halnya kalau mewakafkan kepada Zaid dan anaknya saja, lalu setelah anaknya meninggal maka terputus maka untuk hal ini harta wakaf kembali kepada Wakif atau ahli warisnya.
Waqaf Munqathi' Awwal baik karena mauquf alaihi yang pertama tidak sah menerima wakaf secara syar'i dan yang kedua bisa menerimanya maka batal yang pertama dan wajib untuk mengulangi lagi untuk yang kedua begitupula kalau terjadi munqathi' wasat ( tengah) maka untuk yang ketika diulangi lafaz wakafnya.
Jikalau mewakafkan dengan syarat kembali kepada diri sang wakif manfaatnya maka batal wakafnya seperti mensyaratkan untuk membayarkan hutangnya atau kewajiban khumusnya dan harta wakaf, kecuali kalau manfaat dengan syarat kembali kepada mauquf alaihi, berbeda halnya kalau manfaat kembali kepada keluarga sang wakif pada hal wajif nafkah maka dibolehkan syarat tersebut.
Syarat dari Wakif adalah balig , berakal, tidak terpaksa, tidak terkena hukum untuk terhalang dalam menggunakan hartanya seperti mufallas atau safih, akan tetapi dalam hal ini wakaf dari orang kafir diperbolehkan, adapun syarat dari barang wakaf adalah barang yang berupa ain yang dimiliki dan pemanfaatannya yang halal, langgeng barangnya, tidak ada hak lain dalam barang tersebut dan dimungkinkan untuk penerimaan dan pengambilan.
Disyaratkan dalam wakaf khas bahwa mauquf alaihi hadir pada saat lafadz wakaf diucapkan, dan tidak sah mewakafkan kepada orang yang ghoib dan kepada orang yang akan ada, kecuali kalau hal tersebut bisa dihubungkan dengan orang yang hadir dan bisa bersyarikat dengan orang yang hadir, seperti mewakafkan kepada Orang tuanya dan bayi yang masih ada dalam kandungan.
Disyaratkan pada mauquf alaihi adalah penentuan maka tidak sah yang sifatnya taraddud atau tidak ditentukan. Sah wakafnya dari sang muslim kepada kafir dzimmi dan murtad Mill adapun hari dan murtad fitri maka ihtiyat wajib tidak diperkenankan.
Jikalau mewakafkan kepada keturunan seseorang maka sifatnya umum baik keturunannya yang laki-laki maupun yang perempuan, dan dengan kalimat yang mutlak bisa dikategorikan wakaf yang bisa bersyarikat Siantar orang yang sebelumnya dan kemudian, berbeda halnya kalau dengan kalimat "kemudian" maka harus dperhatikan runutan wakaf maka Diana sifatnya Tartib bukan tasyrik)
Jikalau lupa untuk apa wakaf tersebut Siantar dua hal maka jikalau sifatnya masih ada irisan dengan pada penggunaan dalam dua hal tersebut maka wakafkanlah padanya akan tetapi jikalau sifatnya mutabayinain (berbeda sama sekali) tidak ada irisannya dalam pemanfaatannya maka ada dua hal jikalau sifatnya mahsuhurah atau terbatas maka dengan cara undian jikalau tidak terbatas maka dijadikan shodaqoh atas izin hakim syar'i.
Jikalau jihat atau arah wakaf terlupakan untuk siapa, pada dua hal yang tidak saling mutabayin maka diwakafkan untuk hal yang bisa musytarak diantara keduanya, akan tetapi jikalau mutabayin dan mahshurah maka dilaksanakan undian ke mana jihat diwakafkan, jikalau gheir mahshurah maka diberikan kepada manfaat pada hal kebaikan tanpa keluar dari hal yang dimungkinkan.
Tidak diperkenankan menjual barang wakaf yang diperuntukkan untuk publik seperti mesjid, jembatan, perkuburan, berbeda halnya jikalau barang pelengkap yang diwakafkan untuk mesjid misalnya yang telah rusak akan tetapi bisa dimanfaatkannya maka itupun tidak bisa dijual atau dimanfaatkan pada mesjid itu dengan manfaat lainnya atau mesjid lain.
Habsun adalah menyerahkan manfaat kepada pihak lain tanpa mengeluarkan kepemilikan ain pada sang habis, berbeda halnya dengan wakaf yang melazimkan keluarnya kepemilikan, dan dalam habsun ada tiga bentuk pertama sukna, kedua Umra, ketiga ruqba.
Sifat dari abad Habsun ini adalah lazim artinya sang Habis tidak bisa merujuk atau membatalkan apa yang telah diserahkan untuk digunakan pihak orang lain dalam batas yang ditentukan, akan tetapi sang habis bisa menjualnya dengan syarat sang pembeli ridho menunggu waktu mahbus yang digunakan.
Shodaqoh merupakan sesuatu yang sangat dianjurkan kepada kita semua dengan banyak riwayat yang menunjukkan hal tersebut, dan muktamar dalam shodaqoh adalah qasdul qurbah dan tidak muktamar ijab dan qobul, dan tidak diperkenankan rujuk bagi mutashoddiq ketika sudah menyerahkan barang shodaqoh.
Shodaqoh yang mustajab atau mandubah dari selain Hasyim kepada Hasyim diperbolehkan walaupun lebih baik dihindarkan berbeda halnya dengan shodaqoh wajibah, dan bershodaqoh kepada selain mazhab syah ataupun kepada orang kafir diperbolehkan kecuali kepada Nashibi dan kepada kafir hari maka diharamkan.
Wasiat terbagi menjadi wasiat tamlikiah, 'ahdiah dan wasiat fakkiah, Diana wasiat tamlikiah itu mewasiatkan untuk barangnya atau hartanya dimiliki oranglain, adapun 'ahdiah adalah wasiat perjanjian untuk melaksanakan mengenai masalah penguburannya dan kewajiban badaniah lainnya, sedangkan fakkiah adalah wasiat melepaskan kepemilikan seperti pembebasan budak.
Disyaratkan bagi mushi itu orang baligh berakal dan ikhtiyar serta dewasa maka tidak sah wasiat anak kecil keciali kalau sudah mencapai sepuluh tahun pada perkara kebaikan seperti membangun masjid , jembatan dll, adapun orang gila tidak bias kecuali untuk gila yang muwaqqat pada kondisi sadar, dan tidak pula muktabar orang yang mabuk dan terpaksa serta mahjur alaihi seperti mufallas dan safih.
Disyaratkan untuk Musho Lahu adalah keberadaannya ketika wasiat diucapkan maka tidak boleh untuk orang yang tidak ada seperti mayit, begitu pula tidak boleh kafir harbi dan murtad fitri, adapun syarat musho bih adalah harus bersifat amaliah ( berharga), atau hak yang dimiliki yang bisa dipindahkan, dalam masalah maliahnya baik itu ain, ataupun manfaat ataupun utang harus yang halal manfaatnya.
Disyaratkan pada wasiyah ahdiah adalah satu amalan yang diperbolehkan oleh orang yang berakal dan syar'i, maka tidak diperbolehkan wasiat untuk membantu orang zalim atau membangun tempat peribadatan agama lain atau menyebarkan buku-buku sesat, dan wasiat yang bisa dilakukan adalah ketika menurut washi itu bisa dilakukan baik menurut ijtihadnya ataupun taklid dari ulamanya.
Berlakunya harta yang diwasiatkan kepada musho Lahu tidak boleh lebih dari sepertiga harta peninggalan, kalau lebih dari sepertiga maka harus meminta izin kepada ahli waris dalam bagian yang lebihnya, kalau diizinkan maka dia akan mendapatkan seluruh apa yang diwasiatkan kalau tidak diizinkan maka dia hanya mendapatkan sepertiga saja.
Jikalau sang mushi mewasiatkan dengan persentase kepada musho lahu maka tidak bisa lebih dari sepertiganya, dan kalau lebih darinya harus mendapatkan izin dari ahli waris, jikalau harta bertambah setelah meninggal maka sepertiga tersebut dihitung dari hartanya yang bertambah, berbeda halnya jikalau mewasiatkan dengan barang tertentu yang bernilai sepertiganya, lalu setelah meninggalnya bertambah nilainya menjadi setengahnya maka bagian yang lebih dari sepertiganya harus mendapatkan izin dari ahli waris
Kalau mewasiatkan sang mushi dengan jenis yang berbeda-beda, misalnya kewajiban maliah, kewajiban badaniah dan tabaru'iyyah, dan kalau sang mushi tidak menentukan pengeluarannya, maka didahulukan kewajiban maliah dari asli tarikah, dan kalau ada sisa maka diambil sepertiga untuk kewajiban badaniah lalu tabarru'iyah, kalau ditentukan dari sepertiganya, maka yang didahulukan kewajiban Maliah dan badaniah bersamaan daripada tabarru'iyyah.
Kalau mewasiatkan sang mushi dengan jenis yang sama, maka, kewajiban maliah diambil dari asli tarikah, kewajiban badaniah diambil dari sepertiganya begipula tabaru'iiyah, kalau lebih dari sepertiga harus meminta izin dari ahli waris, kalau tidak diizinkan gugur selebihnya, dan masalah anggota dalam satu jenis mengikuti tertib atau tidak tertib, seperti sholat dan puasa, kalau tertib maka harus tertib kalau tidak maka dibagi berdasarkan nisbah biaya sholat dan puasa.
Seorang mushi bisa menentukan sang washi untuk menjalankan wasiatnya, dengan syarat washi tersebut harus baligh, berakal dan muslim, maka tidak sah washi yang belum balig atau orang gila atau orang kafir baik kafir ahlulkitab maupun selainnya baik kafir dari murtad Mill ataupun fitri.
Boleh kepada sang mushi menentukan dua orang washi secara mandiri ataupun secara ijtimak, jikalau ada Nash dari sang Musi untuk mandiri maka dilakukan secara mandiri, jikalau tidak ada Nash maka kembalinya ke ijtimak, dan setelah ijtimak tidak boleh bagi dua orang Walhi tersebut menggunakannya asing-masing, sebab dalam hal ini Hakim Syar'i akan memaksakan mereka untuk tetap ijtimak ( bersama-sama).
Wasiat yang sah adalah mewasiatkan sesuatu dengan disertai keterangan khusus yang seperti pada perbuatan yang khusus atau kadar dari jumlah uang tertentu, atau dengan cara tertentu, akan tetapi kalau secara mutlak maka hal ini tidak dibenarkan seperti mengatakan : Anta asi, kecuali kalau secara huruf maksud tersebut dibenarkan untuk menetapkan kewasian seseorang dalam segala hal , hanya saja dalam masalah perwalian anak kecil tidak masuk didalamnya dan secara ihtiyat wajib meminta izin kepada hakim syar'i.
Jikalau sang wasi diwasiatkan untuk mengurusi anak kecil pada hal khusus maka tidak boleh keluar dari apa yang dikhususkan , kecuali kalau diwasiatkan pengurusannya secara mutlak maka bisa mengurusi anak kecil tersebut secara mutlak kecuali dalam hal menikahkan anak kecil tersebut.
Wasiat hukumnya jail selama Mushi masih hidup, sehingga ketika dia masih hidup maka bisa rubah wasiatnya, diganti washinya atau dihapuskan dan dibatalkan wasiatnya, sedangkan ketika sudah meninggal maka tidak ada maknanya lagi dirubah atau digabti, sehingga menjadi lazim adanya.
Iqrar adalah pengakuan dengan mengkhabarkan sesuatu yang melazimkan tuntutan baginya (Muqir) yang diikuti dengan kwajiban hak dan hukum atasnya, atau menafikan hak untuknya , seperti pernyataan, kewajiban atasku kepadanya sekian, atau aku memiliki hutang kepadanya, atau yang ada pada tanganku adalah miliknya, atau aku telah melakukan kesalahan padanya, atau aku telah mencuri dll.
Disyaratkan dalam muqir bih adalah sesuatu yang bias dilaksanakan oleh sang muqir sebagai sebuah kewajiban atau sang muqar lahu bisa menuntutnya dan mengambil darinya seperti hutang pada tanggungan muqir secara ain ataupun manfaat, ataupun perbuatan ataupun kepemilikan.
Ikrar yang diterima adalah pengakuan yang mana menyebabkan kerugian atau kewajiban bagi muqir ( orang yang mengaku) seperti orang yang mengaku dia seorang ayah bagi seorang anak maka dia wajib melaksanakan tugas-tugas sebagai seorang ayah diantaranya memberikan nafkah dll.
Syarat daripada muqir (orang yang melakukan pengakuan) adalah balig , berakal, memiliki maksud dan ikhtiar, maka tidaklahmuktabar ikrarnya anak kecil , tidak juga orang gila, dan dalam kondisi senda gua, mabuk, dan lupa serta lalai bahkan terpaksa, safih pada masalah harta , akan tetapi diterima pengakuan dari mufallas dengan hutang sebelumnya dan sesudahnya.
Muktabar pada iqrar adalah ahliatulistihqaq, sehingga melakukan pengakuan untuk binatang tidak ada artinya, kecuali kalau melakukan pengakuan bahwa sesuatu yang khusus untuknya, seperti tali yang khusus untuk kuda si Ulan, begitupula bisa diterima iqrarnya kalau untuk khusus masjid, Mashad, tempat perkuburan, media madrasah dll.
Kalau seseorang berikrar kepada seorang anak kecil bahwa dia itu anaknya, maka bisa diterima kalau secara dzahil hissi ( penampakan) dan adat (seperti umur yang logis untuk ayah dan anak) dan tidak ada ikrar lainnya yang mengaku mengenai anak tersebut maka anak tersebut bisa diterima sebagai anaknya.
Berburu itu ada yang menggunakan alat ada yang menggunakan hewan, dan hewan yang bisa digunakan untuk berburu adalah anjing terlatih bukan hewan-hewan lainnya, maksudnya, ketika anjing dengan syarat-syaratnya terpenuhi dikirim untuk berburu dan hewan yang diburu itu mati karena misalnya gigitan anjing, maka hewan tersebut halal untuk dimakan, berbeda halnya dengan hewan lainnya.
Ada lima syarat perburuan dengan menggunakan anjing terlatih supaya daging hewan yang diburu halal: pertama adalah perginya anjing disebabkan oleh irsal ( pelepasan dan pengiriman) dari pihak pemburu, kedua adalah pemburu yang mengirsal tersebut adalah muslim, ketiga adalah pemburu ketika itu menyebutkan nama Allah, keempat yakni matinya hewan yang diburu disebabkan oleh gigitan atau luka sang anjing dan kelima tidak adanya kesempatan untuk menyembelih hewan yang diburu dalam keadaan hidup ketika sudah digigit.
Perburuan dengan menggunakan alat, seperti pedang, pisau, tombak, panah yang makruf dikenal sebagai Lahat senjata, maka disyaratkan didalamnya tajam, baik itu dari besi ataupun selainnya seperti kuningan atau emas atau perak tetapi yang secara ihtiyat menggunakan besi, dan dengan alat besi tidak diharuskan matinya hewan dengan luka dan robek karena alat berbeda halnya dengan menggunakan kayu tajam maka diharuskan matinya disebabkan robek atau luka alat tersebut.
Syarat-syarat pemburuan, dimana pemburu tersebut harus muslim, kedua ketika berburu dan menggunakan alat harus membaca Bismillah dan meniatkan untuk berburu, keempat tidak mungkin ada waktu untuk menyembelih ketika hewannya dimungkinkan masih hidup, kelima musara'ah yakni kalau bisa ada waktu untuk menyembelih dalam keadaan hidup maka harus segera mendatangi dan menyembelih, dan kematian hewan disanadkan kepada alat buru bukan lainnya
Hewan liar bisa dimiliki dengan tiga hal : pertama bisa dengan dia mengambil tangannya ekornya, kakinya, tanduknya, sayapnya, dan ikatan tali dengan syarat niat berburu dan memiliki hewan, kedua adalah terkenanya hewan yang diburu untuk dimiliki tersebut dengan alat yang biasa digunakan untuk berburu atau alat bantu berburu seperti tali, jaring, dan ketiga adalah menjadikan hewan dengan alat terebut menyerah.
Hal-hal yang bisa dianggap sebagai alat perburuan yakni setiap alat atau sesuatu untuk menjerat hewan, dan menjadikannya menyerah seperti menggali lubang untuk dijadikan perangkap, dan memasukkan padanya air supaya menjadi lumpur, atau jebakan pada kubang pintu yang ditaruh biji-bijian untuk menangkap burung.
Jikalau melihat binatang seperti halnya burung jikalau ada padanya alamat bekas perburuan maka itu tanda bagi kepemilikan orang lain, seperti tali pada ikatan kaki, atau luka pada sayap dll, jikalau mengetahui pemiliknya maka harus dikembalikan jikalau tidak mengetahuinya maka dihukumi sebagai luqathah.
Didalam perburuan atau penangkapan ikan, maka di sini berbeda dengan masalah perburuan hewan lainnya, sebab di sini tidak disyaratkan orang yang berburu ikan adalah muslim jadi bisa pula orang kafir dan tidak disyaratkan ketika mengambil ikan tersebut membaca Bismillah, akan tetapi kalau ragu ditangan kafir itu sebelumnya ketika mengambil ikan itu dalam kondisi hidup atau mati maka dihukumi mati, berbeda halnya dengan muslim.
Penangkapan ikan untuk menjadi halal tidak disyaratkan orang muslim dan tidak pula disyaratkan membaca Bismillah atau menyebut nama Allah oleh sebab itu boleh dari orang kafir baik ahlulkitab atau selainnya, tetapi jikalau kita tidak tahu bahwa ikan yang mati ditangannya itu sebelumnya hidup lalu diambil, maka hal tersebut tidak bisa dihukumi halal berbeda dengan yang diambil orang muslim, dan inipun berlakuk untuk belalang.
Disyaratkan dalam penyembelihan adalah seorang muslim, maka tidak diperbolehkan orang kafir, musyrik dan Nashik, dan tidak disyaratkan harus mazhab 12 imam, tidak disyaratkan padanya adalah seorang laki-laki, tidak pula orang baligh, dan wajib alat untuk menyembelih adalah tajam dari besi bukan selainnya dalam kondisi ikhtiar bukan dalam kondisi darurat, dan wajib terputus 4 urat.
Ada beberapa hal lain yang perlu diperhatikan dalam penyembelihan yakni pertama hewan harus menghadap kiblat, dan tidak disyaratkan bagi penyembelih menghadap kiblat, dan juga membaca Bismillah ketika menyembelih, lalu adanya gerakan setelah penyembelihan sempurna.
Dalam menghadapkan hewan ke kiblat tidak disyaratkan harus dimana ditidurkan menyamping ke kanan menghadap kiblat bahkan bisa sebaliknya bahkan bisa pula kepala ke bawah digantungkan asalkan wajah dan badan hewan menghadap kiblat, dan diusahakan dalam menyembelih membaca Bismillah, ataupun Alhamdulillah atau Allah akbar tidak cukup hanya Allah saja, dan secara ihtiyat menggunakan bahasa Arab walaupun tidak dipermasalahkan menggunakan bahasa yang sepadan dengan bahasa selain Arab.
Nahr berbeda dengan penyembelihan, maka unta hanya halal kalau di nah, jadi kalau hewan yang harusnya disembelih di nah dan sebaliknya maka hewannya tidak halal, syarat-syarat alat dalam penyembelihan berlaku pula dalam nah, begitupula syarat orang yang me-nahr , nah itu menusuk bagian labbah unta yakni bagian yang menjulur ke bawah tepatnya di daerah leher dan dada.
Hal-hal yang mustahab dalam penyembelihan dan nahr adalah mengikat dua tangan dan membebaskan salah satu kakinya serta memegang bulunya sampai dingin untuk kambing, untuk sapi mengikat keempat kakinya dan membebaskan buntutnya, dan untuk onta mengikat kedua tangannya dan membebaskan kakinya sampai lutut, dan untuk burung membebaskannya ketika sudah disembelih, dan mengasah alat sembelih tidak didepan mereka serta memperlakukan mereka dengan kelembutan tidak dengan paksaan.
Sesuatu yang makruh dalam penyembelihan adalah menguliti sebelum keluar ruh, kedua membelokkan pisau dan masuk dibawah jakun dan memotong sampai ke atas, dan ketiga memotong malam hari atau siang hari sebelum zuhur di hari umat kecuali dalam kondisi dharurah, keempat memotong oleh orang yang memeliharanya, dan kelima memotong dan memisahkan kepala dari badan sebelum keluar ruh.
Jenis-jenis hewan yang kalau disembelih secara syar'i :pertama yang dasarnya secara zat adalah halal untuk dimakan dagingnya seperti kambing, maka itu suci daging dan kulitnya dan bisa dimakan, berbeda hal kalau hewan jallal maka suci daging dan kulitnya tapi tidak bisa dimakan, kedua hewan yang tidak bisa dimakan dagingnya ada yang bukan nafsu sailah seperti serangga maka itu suci dan tidak usah disembelih, adapun yang nafsu sailah, maka ada yang masukh dan binatang yang tinggal di lubang-lubang maka itu secara ihtiyat harus dihindarkan walaupun bisa menjadi suci, adapun hewan buas seperti singa maka itu bisa disucikan daging dan kulitnya, berbeda halnya dengan hewan yang secara zat najis.
Jikalau menemukan kulit atau daging ditangan muslim dan kita tidak mengetahuinya maka bisa dianggap suci dengan syarat bahwa dia menggunakannya pada hal yang disyaratkan untuk ditazkiah, dari sanalah boleh dijual di beli dan dimakan dan digunakan untuk sholat bagi binatang yang halal dimakan berbeda hal nya dengan binatang yang tidak halal untuk dimakan maka dihukumi suci saja.
Jikalau di jual di pasar muslim baik itu dari penjual orang kafir atau tidak diketahui statusnya, begitupula kalau ditangan orang kafir dengan mengetahui bahwa sebelumnya dari orang muslim maka bisa dihukumi suci, dengan syarat digunakan oleh pemiliknya atau penjual pada hal-hal yang disyaratkan disembelih secara syar'i.
Seluruh hewan laut kecuali Ikan yang bersisik dan udang haram untuk dimakan, akan tetapi telur ikan mengikuti indungnya kalau ikannya halal untuk dimakan maka telurnya halal kalau tidak maka tidak.berbeda halnya dengan hewan darat maka ada yang halal ada yang makruh ada yang haram untuk dimakan
Ciri-ciri burung yang halal untuk dimakan adalah mengepaknya lebih banyak dari pada membentangnya, dan ciri kedua adalah memiliki hausholah, qonishoh, dan shaishiyah, jikalau terjadi hal yang bertolak belakang dengan masalah alamat maka yang diutamakan adalah yang pengepakan lebih lama dari membentangnya walaupun ciri-ciri yang tiga tidak memilikinya.
Ada hewan yang secara asli adalah halal untuk dimakan dagingnya tetapi karena adanya pengaruh luar maka dia menjadi haram, seperti hewan jallal yakni hewan yang memakan kotoran manusia secara murni maka hewan ini haram untuk dimakan dagingnya sebelum di karantina pada jangka waktu tertentu tetapi dagingnya suci kalau disembelih.
Ketika hewan sudah dikatakan hewan jallal yang diaman dia secara huruf memakan kotoran manusia, bukan kotoran lainnya dan tidak bercampur dengan makanan lainnya kecuali sedikit, maka untuk bisa dimakan dagingnya harus dikarantina terlebih dahulu dan diberi makanan bersih selama 40 hari untuk unta, 20 hari untuk sapi, 10 hari untuk kambing, 5 hari untuk bebek, 3 hari untuk ayam, dan sehari semalam untuk ikan.
Sebab lain yang bisa menjadikan hewan haram untuk dimakan adalah hewan mauthu atau hewan yang disetubuhi oleh manusia baik dubur atau qubul, maka ini tidak bisa diistibra untuk bisa dimakan, bagi hewan yang semulanya hewan yang halal untuk dimakan lalu disetubuhi maka harus disembelih dan dibakar dan haram dagingnya dan nasalnya setelah disetubuhi, kalau hewan untuk pengangkutan seperti keledai dan kuda maka wajib dijauhkan dari manusia yang menyetubuhinya ke negeri lain.
Hal-hal yang haram dimakan pada hewan yang disembelih dan di nahr ada 14 yakni: darah, kotoran, limpa, penis, vagina, dua buah pelir jantan, kandung kencing, empedu, sumsum tulang belakang , kelenjar gumpalan bulat seperti peluru, kandung janin ari-ari, dua buah urat yang berwarna kuning dari leher ke ekor, biji otak dan lensa pupil.
Diharamkan kotoran seluruh hewan kecuali yang tertempel pada dalam buah dari serangga atau cacing misalnya atau dalam tubuh ikankalau dimakan beserta dagingnya, dan diharamkan darah dari hewan yang memiliki nafi saailah dan yang menempel pada hati dan jantung kecuali darah yang tersisa setelah penyembelihan pada daging-daging, dan dihalalkan darah ikan kalau memakan beserta dagingnya.
Diharamkan seluruh makanan yang mutanajis carian atau bukan, dan juga seluruh yang bisa menyebabkan bahaya bagi badan baik itu dengan pengetahuannya atau hanya sekedar dan dan kemungkinan, berbeda halnya dengan meminum obat yang diketahui ada efek buruknya tetapi lebih sedikit daripada sakitnya.
Diharamkan memakan tanah liat kecuali tanah karbala untuk pengobatan dan tidak boleh untuk selainnya, bisa dengan cara ditelan atau dicampur dengan air, adapun pasir, debu dan barang-barang mineral lainnya halal untuk dimakan dengan syarat tidak menyebabkan baya bagi badan kita.
Diharamkan yang mendidih khomer dan fuqa' yang mendidih' dan serapan anggur yang mendidih, dan juga seluruh yang memabukkan baik cair ataupun tidak dengan parameter banyaknya memabukkan walaupun sedikitnya tidak maka haram sedikitnya dan banyaknya, kalau serapan koma dan kismis tidak haram walaupun mendidih.
Kalau untuk khomer atau serapan anggur menjadi cuka baik dengan sendirinya atau dengan dipanaskan oleh api maka menjadi halal untuk dimakan, bedanya kalau berubahnya dengan sendirinya menjadi cuka maka tidak disyaratkan hilang dua pertiga dari awal dan kalau didekatkan atau dipanaskan dengan api maka disyaratkan hilangnya dua pertiga dari kondisi awal.
Untuk menjadikan Homer halal harus berubah menjadi cuka dengan tanpa adanya ketentuan harus hilang dua pertiga, akan tetapi kalau didekatkan dengan api atau dipanaskan maka harus hilang dua pertiga, begitupula jikalau kita hendak memasukkan kepadanya makan lainnya maka harus hilang dua pertiga dengan menggunakan api atau menjadi cuka dulu.
Dalam kondisi tertentu makanan tanpa izin pemiliknya bisa dibolehkan atau dimubahkan semisal kalau tidak memakannya jikalau tidak memakannya akan menyebabkan lapar dan haus yang sangat tidak bisa ditahan, atau takut dengan hal itu bisa hilangnya nyawa janin, atau takut dengan hal itu berkepanjangan sakitnya, dan yang menjadi parameter adalah rasa takut atau dan dan ihtimal yang dibenarkan orang-orang yang berakal.
Seluruh yang diharamkan atau najis tidak boleh untuk dimakan kecuali dalam keadaan tertentu atau dalam kondisi darurat seperti untuk menyambung hidupnya kalau tidak mati kelaparan, akan kalau dengan meninggalkannya akan bertambah sakit parah, atau meninggalkannya menyebabkan badan lemah dan akan menyebabkan sakit, bahkan untuk pengobatan kalau dalam keadaan tidak ada obat lain yang bisa menyembuhkannya.
Ghosob adalah menguasai sesuatu milik orang lain baik berupa harta maupun hak tanpa izin pemiliknya, dan hukumnya adalah haram, sedangkan sesuatu yang di-ghosob itu bisa berupa suatu harta dan manfaat berbarengan dari satu pemilik atau dua orang, ataupun bisa saja suatu harta (ain) tanpa manfaat, ataupun hanya berupa manfaat saja ataupun hak harta seseorang yang dihubungkan dengan suatu harta.
Ghosob kadang kala berupa syakhsi yakni milik perorangan baik milik berupa ain ataupun huquq , ada juga berupa nau' yakni ghosob yang dari kepemilikan umum seperti madrasah, jembatan, jalan dll, Ghosob juga ada yang berupa hukum taklif ada yang berupa hukum wadh'i, yakni secara hukum pertama ghosob itu haram dan secara hukum kedua adanya jaminan terhadap yang dighosob
Jikalau seseorang mengghosob milik pribadi atau wakaf manfaat kepada kelompok tertentu seperti kepada fakir miskin atau kaum tertentu , maka ketika hal itu terjadi wajib membayar jaminan ainnya dan manfaatnya berbeda halnya kalau yang dighosob adalah wakaf publik maka tidak ada jaminan manfaat dan ainnya hanya saja termasuk perbuatan haram dan wajib dikembalikan.
Wajib mengembalikan barang ghosob kepada pemiliknya atau kepada wakilnya jikalau itu jikalau orang tersebut mewakilkan kepada pihak lainnya, dan kepada walinya jikalau maksudnya adalah orang tersebut anak kecil atau orang gila, sehingga jikalau dikembalikan kepada anak kecil misalnya secara langsung dan hilang maka tetap orang yang mengembalikannya harus menjamin.
Jikalau ketika sudah di ghosob adanya kecacatan dan aib maka wajib bagi orang yang mengghosob membayarkan Arsy yakni selisih antara harga dengan barang yang normal dengan barang yang ada cacatnya, dan tidak ada hak bagi orang yang di ghosob untuk menyerahkan seluruh barang yang cacat tersebut dan meminta seluruh harga yang normal.
Sesuatu yang berupa qimiat dan mitsliat ditentukan oleh uruf masyarakat yang ada, hanya biasanya yang berupa kacang-kacangan, minysak, mesin dll itu adalah mitsliat dan yang lainnya seperti hewan , perhiasan termasuk dalam qimiat, akan tetapi jikalau seseorang itu harus mengembalikan mitsliat dan ternyata waktu pengembalian hilang atau habis maka harus diganti dengan qimiat dengan harga waktu pembayaran atau dengan adanya taradhi kedua belah pihak.
Jikalau dengan dighosob ada penambahan pada barang yang di ghosob padanya ada tiga bagian yang pertama adalah tsar mahd misalnya ketika barang yang dighosob seperti benang dan kain maka setelah dighosob dipintal dan dinamit, dan bentuk kedua adalah ainiah mahdhah seperti menanamkan pohon atau menggunakan bangunan atau tanah, dan bentuk yang ketiga adalah alatsar almashub bil'ainiyyah seperti baju yang dighosob dicelup dan diwarnai, dan setiap asing asing memiliki hukum yang berbeda.
Lahan tanah mati ada dua jenis ada lahan tanah yang mati karena asli yang mana tidak didahului dengan kepemilikan terhadap lahan tersebut , dan di zaman ghaibnya imam zaman lahan ini bisa diolah dan dimiliki, adapun bagian kedua adalah lahan tanah yang mati disebabkan hal yang lainnya yang mana sebelumnya adalah lahan tanah hidup dan ada pemiliknya, maka secara umum harus dicari pemiliknya, kalau tidak sampai maka dengan izin hakim syar'i lahan tersebut bisa diolah.
Luqothoh bisa diartikan dengan hukum-hukum pada barang temuan, baik itu barang tema berupa hewan ataupun bukan hewan, adapun pada hewan baik itu ditemukan pada wilayang yang ada pemukiman ataupun di wilayah padang sahara yang tidak padat penduduk, dan kesemunya memiliki aturan yang berbeda sebagian ada jaminan dan sebagian lagi tidak ada jaminannya.
Jikalau barang temuan hewan di tempat pemukiman maka tidak boleh diambil, kalau diambil maka wajib dipelihara dan menjaminnya kalau terjadi sesuatu, dan wajib diumumkan ke daerah sekitar mencari pemilikinya, kecuali kalau dalam kondisi yang berbahaya bagi jiwa hewan maka boleh mengambilnya dan memeliharanya dan bisa mengambil biaya pemeliharaan dari pemilik asli kalau ditemukan.
Kalau menemukan hewan bukan pada wilayah pemukiman seperti padang sahara dll, maka dalam hal ini ada dua kondisi, jikalau hewannya bisa mandiri dan terhindar dari binatang buas maka tak boleh diambil, jikalau hewannya lemah bisa diterkam binatang buas maka boleh diambilnya dan dicari pemiliknya kalau ada dikembalikan kalau tidakbisa dimakan, dijual, dimiliki dengan jaminan , kecuali kalau berniat hanya untuk menjaga maka tak ada jaminan
Jikalau ada hewan yang ditinggal pemiliknya atau pemiliknya melepaskan ikatan hewan tersebut, jikalau dimaksudkan dari adalah untuk mencari makanan maka hal itu tidak boleh diambil pada kondisi Diana ada air atau rerumputan sebagai makanan hewan, jikalau diambil maka wajib menjamin, jikalau pemiliknya memang bermaksud untuk melepaskan selamanya maka bileh diambil dan dimilikinya.
Barang temuan selain daripada hewan jikalau harganya kurang dari satu dirham (kurang lebih 200.000 rupiah) maka bisa dimiliki, tanpa ada kewajiban mengumumkannya dengan syarat maksud memilikinya, jikalau seharga satu dirham atau lebih maka jikalau ditempat haram dua pilihan shodaqoh dengan jaminan atau menjaga tanpa jaminan, kalau diluar haram tiga pilihan selain dari sebelumnya bisa dimiliki tapi dengan jaminan.
Jangka waktu pengumuman dalam pencarian pemilik barang yang asli adalah satu tahun, dengan cara setiap Minggu diumumkan bukan setiap hari, dan bisa dengan cara berurut setiap Minggu atau bisa juga selama tiga bulan lalu di tahun selanjutnya tiga bulan yang mana setelah empat tahun menjadi satu tahun jumlah seluruhnya dengan syarat tidak didasari dengan lalai dengan mengakhirkan pengumuman tersebut.
Jikalau dua orang yang menemukan barang yang harganya kurang dari satu dirham maka boleh dimiliki oleh keduanya, jikalau lebih , maka harus diumumkan baik salah satunya mengumumkan atau kedua-duanya atau dibagi waktu pengumumannya, dan ketika tidak menemukan pemiliknya selama setahun maka dikembalikan kepada penemunya apa mau dishodaqohkan atau di jadikan barang amanat atau dimiliki dengan jaminan.
Jikalau sang penemu telah mengumumkan dan mencari pemilik asli dalam jangka waktu setahun lalu dia memilih untuk memiliki barang tersebut lalu datang pemilik aslinya maka kalau masih ada barangnya maka segera dikembalikan tanpa harus dikembalikan dengan pengganti harga atau semisalnya, jikalau hilang atau dijual maka harus diganti dengan semisal atau seharga dengannya, begitupula kalau disodaqohkan jikalau pemilik asli tidak meridoi barangnya disodaqohkan, kecuali kalau meridoinya maka tidak ada apa-apa.
Jikalau ditemukan sesuatu barang berharga di perut hewan selain ikan seperti kambing dan sapi maka harus diumumkan kepada pemilik sebelumnya kalau mengakuinya maka diserahkan kepadanya kalau tidak maka untuknya, kalau untuk pada ikan dan hewan selain ikan yang tak ada pemilik sebelumnya maka bisa langsung dimilikinya , walaupun secara mustajab dikenai hukum majhul Malik.
Nikah merupakan hal yang sangat dianjurkan, sebab banyak sekali keutamaan menikah, dan membujang adalah sesuatu yang tidak diinginkan Allah Swt, dalam masalah pertama pernikahan seharusnya orang-orang yang menikah memperhatikan akhlaknya, dan akhlak keluarga dan kerabatnya, karena hal tersebut bisa mempengaruhinya, dan sebaiknya menikahinya karena agamanya bukan karena hal-hal lainnya.
Mustajab dalam melangsungkan akad nikah adalah2 orang saksi , tahmid, salawat, adanya wasiat kepada kedua pasangan dengan takwa, doa untuk kedua mempelai, dan makruh dilangsungkan akad nikah pada kondisi rasi bintang scorpion , dan juga di akhir bulan, begitu pula tanggal 3,5,13,16,21,24,45 di setiap bulan.
Tidak diperbolehkan melihat lawan jenis laki-laki ke wanita kecuali muka dan telapak tangan, akan tetapi kalaupun dengan melihatnya menyebabkan syahwat dan menikmatinya maka haram juga, begitupula perempuan kepada laki-laki, adapun sesama pria atau sesama wanita tidak boleh melihat dua aurat selainnya diperbolehkan kecuali kalau menimbulkan syahwat dan menikmatiknya maka selain dua auratpun diharamkan.
Dikecualikan melihat dan menyentuh orang lain lawan jenis dalam keadaan pengobatan jikalau tidak ada yang sejenis yang bisa mengobatinya atau dengan perantaraan alat dalam pengobatannya. Dibolehkan melihat wanita kafir ahlulkitab bahkan seluruh orang kafir pada hal-hal yang secara kebiasaan mereka terlihat pada tataran wajar seperti rambut dll, akan tetapi lebih dari hal itu tidak diperkenankan, kecuali hal itupun menimbulkan syahwat maka diharamkan.
Diperbolehkan seorang pria melihat wanita yang akan dinikahinya dengan syarat tidak didasari dengan maksud menikmati, dan juga bermaksud untuk melihat lebih sifat-sifatnya secara fisik, dan wanita tersebut yang bisa dinikahi secara fi'l bukan wanita yang memiliki suami, dan diperkirakan bisa mencapai kesepakatan dalam pernikahan, secara ihtiyat hanya mengkhususkan melihat wajahnya, tangannya, rambutnya, dan beberapa hal lainnya, dan dibalik kain yang tipis.
Akad nikah wajib menggunakan bahasa Arab, kecuali memang tidak bisa berbahasa Arab dan tidak ada wakil yang bisa melafadzkan dengan menggunakan bahasa Arab, dan juga harus dengan lafaz maka tidak cukup hanya sekedar mu'athat, bisa sendiri, bisa bulai diwakilkan satu pihak baik wakil dari pihak wanita atau pihak pria, bisa pula diwakilkan kedua belah pihak.
Muktabar daltabar didalam akad itu maksud kepada isi dari kalimat atau lafaz akad, sehingga orang tidak hanya sekedar diucapkan tanpa paham maknanya, begitu pula muktamar didalamnya maksud isya atau memunculkan nikah dengan lafaz akad, dan disyaratkan pada akad itu tanjiz tidak boleh ta'liq, dan disyaratkan pada orang yang berakad dan mengucapkan akad itu adalah berakal dan baligh.
Tidak diperbolehkan akad nikah dengan khayar fasakh, seperti mensyaratkan di awal akad bahwa kalau melakukan sesuatu maka nikahnya batal, bahkan dalam hal ini akad nikahnya tetap sah akan tetapi syaratnya saja yang batal, berbeda halnya dengan syarat atau khayar pada Mariah, maka hal itu diperbolehkan seperti disyaratkan jumlah maharnya atau jangka waktu pelunasan.
Jikalau seorang mengklaim bahwa seorang wanita itu istrinya, dan sang wanita tersebut menerimanya, maka kalau tidak terkenal dengan pembohong kliam tersebut bisa diterima, begitu pula kalau yang mengklaim wanita, berbeda halnya dengan kalau salah satunya mengingkarinya, maka bagi yang mengklaim wajib menuntukkan bukti atau saksi, kalau tidak ada maka urutan kedua adalah orang pihak lainnya yang diklaim harus bersumpah sebagai jalan untuk menolak klaim.
Tidak diperkenankan menikah wanita walaupun rasyidah yang masih perawan tanpa seizin walinya, yakni ayah atau kakeknya sampai ke atas, kecuali kalau janda maka diperbolehkan tanpa adanya izin dari walinya, dilain hal sang wali bisa menikahkan anak atau cucunya kepada pihak lain dengan syarat dengan akad tersebut tidak akan menimbulkan mafsadah, karena kalau tidak maka kesahihan akad tersebut bergantung kepada izin daripada anak tersebut kalau sudah dewasa.
Safih yang mana berlanjut kesafihannya dari waktu kecil sampai waktu balig maka tidak sah nikahnya kecuali dengan izin dari ayah atau kakeknya kalau keduanya tidak ada maka dikembalikan ke hakim syar'i, Pada Initinya Hakim syar'i tidak memiliki wilayah pada Anak kecil laki-lai atau perempuan walaupun tidak ada padanya ayah atau kakek, kecuali dalam kondisi kalau dibiarkan akan mengakibatkan mafsadah maka hakim syar'i di sini mengambil alih peran walinya.
Jikalau salah satu dari mempelai tidak menyukai pernikahan atau terpaksa, tetapi tidak diungkapkan, maka akadnya sahih, begitupula bahwa dalam ijazah dengan fi'il atau perbuatan akad nikah dari pihak mempelai yang diakadkan oleh walinya, dengan fi'il adalah cukup. Seperti ketika sudah diakad, sang istri taat kepada suami, melaksanakan hal-hal yang biasa dilakukan oleh suami istri, maka ini termasuk keridhoan dan ijazah secara perbuatan walaupun tidak diungkapkan dengan lafaz.
Jikalau orang yang diakadkan secara fudhuli menolaknya maka sama saja seperti tidak ada akad, baik itu akad fudhuli di dua arah ataupun hanya di satu arah, begitupun ketika seorang wanita diakad fudhuli, maka kalau wanita terseut menikah dengan pria lainnya maka itu tanda penolakan dari wanita tersebut dalam nikah fudhuli yang pertama.
Tiga sebab yang bisa menyebabkan seseorang tidak bisa menikahi pihak lainnya, yakni karena sebab masa, persusuan, dan mushoharah (pernikahan), begitu pula yang dihubungkan dengan masalah ini adalah kekafiran atau murtadnya seseorang, dan tidak sekufunya kedua mempelai, melebihi jumlah nikah dam yakni 4, karena kondisi idah, dan kondisi ketika ihram.
Sebab-sebab yang menyebabkan haramnya untuk dinikahi salah satunya adalah masa yakni tujuh golongan : yang pertama adalah ibu sampai ke atas maksudnya adalah nenek baik dari pihak ayah maupun pihak ibu, kedua adalah anak perempuan ke bawah yakni cucu, yang ketiga adalah saudara perempuan seibu saja atau sebapak saja atau seibu dan sebapak, keempat anak perempuan dari saudara laki-laki begitu juga ke bawah, baik saudara laki-laki seayah saja, atau seibu saja atau seayah seibu, Kelima adalah saudara perempuan dari saudara perempuan, keenam adalah amat ( bibi dari pihak ayah) dan kalah (bibi dari pihak ibu).
Bibinya bibi ada yang diharamkan ada yang tidak, yang diharamkan apabila saudara perempuan ayah (bibi anda) yang mana seayah dengan ayah atau seayah dan seibu dengan ayah, kepada saudari kakek (ayahnya ayah) yang mana seayah dengan kakek atau seibu dengan kakek atau seayah dan seibu dengan kakek maka saudari ayah anda kepada saudari kakek anda adalah bibinya bibi dan ini haram untuk dinikahi
Nasab bisa secara syar'i bisa tidak secara syar'i adapun masa secara syar'i baik itu dengan pernikahan yang sah, atau dari budak wanita atau dari tahlil atau dari wathi subhat , baik itu dari hubungan badan pada waktu yang dibolehkan ataupun tidak seperti waktu itikaf, puasa, haid dll, adapun yang dari selain syar'i adalah dari perzinahan, maka walaupun senasab secara biologis dan perwalian akan tetapi tidak saling mewarisi akan tetapi tetap tidak boleh dinikahi.
Satu persusuan, akan menjadi haram untuk dinikahi ada lima syarat yang pertama: susu tersebut muncul dari wanita yang sudah menikah dengan jalan yang syar'i dan hubungan badan padanya, atau nikah pada budak wanita atau tahlil ataupun wathi subhat, jikalau keluarnya susu dari hal yang tidak syar'i ataupun dengan tanpa hubungan badan maka susunya tidak menyebabkan haram untuk dinikahi bagi yang anak yang menyusu.
Syarat uang kedua adalah hamil atau melahirkan dari laki-laki (suami) yang sama sehingga dari sana keluar susu, yang ketiga adalah langsung anak bayi tersebut mengisap pada tetek sang pemberi susu, yang ketiga sang pemberi susu tersebut harus dalam kondisi hidup, dan keempat adalah bahwa bayi tersebut sebelum umur 2 tahun sempurna komariah, dan yang kelima adalah dari sisi kuantitasnya.
Dalam masalah jumlah kali persusuan yang muktamar yang bisa menyebabkan haram adalah sempurnanya persusuan tersebut sebanyak 15 persusuan sempurna, kedua bersambung persusuan dari satu wanita, tidak tipermasalahkan dengan makanan dan minuman yang sewajarnya, ketiga sempurnanya jumlah pada wanita yang sama, keempat kesatuan fuhul yakni suami dari wanita yang menyusui yang menyebabkan keluarnya susu.
Persusuan yang diharamkan bisa menjadi penghalang seseorang menikah bisa menjadi pembatal pernikahan, seperti, kalau seseorang menikahi anak kecil, lalu anak kecil ini menyusu kepada istri anda, maka kalau dengan istri anda sudah berjimak sebelumnya maka pernikahan dengan istri anda menjadi batal sebab istri anda yang besar adalah ibu dari istri anda yang kecil.
Jikalau anda memiliki anak , lalu anak tersebut disusui oleh ibu dari pihak istri anda , maka hal inipun bisa menyebabkan batalnya pernikahan anda dengan istri anda, sebab ayah anak yang menyusui (anda) tidak boleh menikahi dengan anak wanita yang menyusui anak anda
Saudara dari anak anda yang tidak disusukan oleh seorang wanita yang menyusukan anak anda bisa menikahi anak dari pemilik susu ataupun anak dari wanita tersebut, dan jikalau seorang wanita menyusui anak perempuan lain, lalu dia pun menyusui anak laki-laki lain (bukan anak nasab) dengan satu fahlnya maka antara keduanya haram menikahi karena saudara sepersusuan, berebda halnya saudara-saudari dari kedua anak tersebut yang tidak disusui oleh wanita tersebut maka boleh saling menikahinya
Jikalau ragu apakah terjadi persusuan sempurna atau tidak maka dihukumi tidak terjadi, kecuali kalau yakin persusuan sempurna tapi tidak mengetahui umur dari anak tersebut ketika menyusuinya apakah kurang dari dua tahun atau tidak, kalau mengetahui tanggal penyusuannya tapi jahil akan umur bayinya maka secara ihtiyat dihindarkan, artinya anak tersebut secara ihtiath jadi anak persusuan.
Mushoharoh adalah pertautan dengan salah satu pasangan suami istri dengan kerabat yang lainnya yang menyebabkan haramnya nikah, semisal seseorang menikah wanita maka haram untuk menikahi ibu wanita tersebut, dan anak dari pria tersebut pun haram untuk menikahi istri dari ayah tersebut di kemudian hari kalau sudah ditalak atau sudah meninggal dunia.
Tidak diperkenankan menikahi anak daripada saudara istri anda kecuali atas izin dari istri anda, jadi kalau mendapatkan izin sah nikahnya kalau tidak maka nikahnya tidak sah, begitu juga tidak diperkenankan mengumpulkan dalam menikah pada dua wanita yang saling bersaudara, kecuali kalau istrinya meninggal, atau ditalak ain, berbeda halnya dengan talak raj'i maka harus menunggu sampai habis idah talak raj'i supaya bisa menikah dengan adiknya.
Barangsiapa yang berzina dengan wanita yang memiliki suami maka haram selama-lamanya wanita tersebut bagi pezina, setelah suami wanita tersebut mentalak ataupun meninggal dunia, baik wanita tersebut sudah bersenggama dengan suaminya atau belum baik pezina tersebut mengetahui wanita tersebut memiliki suami atau belum.
Tidak diperbolehkan menikahi wanita secara daim atau mut'ah ketika masih dalam kondisi idah rajah atau baiat atau wafat, baik wanita tersebut dari nikah daim, atau mut'ah bahkan dari Wati subhat, , dan kalau kedua-duanya mengetahui secara hukum dan maudhu atau salah satunya mengetahui hukum dan maudhu, baik sudah berjimak atau belum maka haram hukumnya selama-lamanya, tetapi kalau tidak mengetahuinya dan belum berjimak maka tidak haram selama-lamanya.
Jikalau seorang wanita ditalak oleh sang suami dan mengalami idah raj'i lalu sang suami yang mentalak tadi boleh rujuk kepada mantan istrinya dalam kondisi iddah , kecuali pria lainnya yang menginginkan menikah dengan sang istri tersebut maka wajib untuk menunggu iddah raj'inya selesai baru setelah itu diperbolehkan untuk menikahinya.
Wanita Muslimah tidak diperkenankan menikahi pria orang kafir baik itu kafir kitab atau bukan, baik itu nikah mut'ah ataupun daim, berbeda halnya dengan pria muslim maka dia tidak bisa menikah dengan wanita kafir baik kafir kitabiah atau bukan pada nikah daim, akan tetapi kalau pada nikah mut'ah maka diperbolehkan menikahi wanita kitabiah saja.
Jikalau pasangan suami istri yang kafir baik kafir kitab atau bukan masuk islam maka tidak diperlukan lagi akad yang baru ketika masuk islam, jikalau yang masuk islam itu sang pria dari wanita yang kafir kitabiah walaupun pria tersebut sebelumnya kitab, sudah bersenggama atau belum maka pernikahannya tidak gugur, berbeda halnya kalau istrinya penyembah berhala, maka kalau setelah bersenggama terjadi gugur setelah selesai iddahnya, kalau belum bersenggama maka gugur sejak islamnya sang pria.
Tidak diperbolehkan seorang wanita menikahi Nashik dan ghulu, kecuali kalau pria makruh hukumnya menikahi orang Nashibi, dan tak dusayaratkan kemampuan memberikan nafkah pada akad nikah, jadi kalau setelah akad nikah dia menjadi tidak mampu maka tidak batal nikahnya,berbedahalnya jikalau sang pria mampu tapi tidak mau menafkahinya.
Yang bisa menyebabkan haram selama-lamanya adalah nikah dalam keadaan ihram, baik kedua-duanya atau salah satunya bukan ihram, baik itu dilakukan akad nikahnya secara langsung ataupun dengan diwakilkan, dan itu dalam kondisi mengetahui hukum bahwa hal tersebut haram, kalau tidak mengetahuinya maka nikahnya batal tetapi tidak haram selama-lamanya.
Nikah Mut'ah adalah nikah dengan batas waktu tertentu diawali dengan akad dan penentuan waktu serta mahar dan diakhiri dengan selesainya jangka waktu dan iddah dari sang wanita kalau sudah berjimak, dan di sini wanita Muslimah dilarang menikahi mut'ah dengan orang kafir secara mutlak, begitupula pria muslim, kecuali kepada kafir kitab.
Disyaratkan pada nikah mut'ah disebutkan jangka waktunya, kalau tidak disebutkan maka nikah dam yang berlaku, begitu pula kalau disyaratkan dalam akad itu adalah melakukan sengaja sekali atau dua kali tanpa disebutkan jangka waktu maka tidak sah nikah mut'ah dan berlakuk padanya nikah dam.
Kecacatan yang bisa menyebabkan khayar ada dua bentuk yang pertama adalah yang musytarak artinya yang ada pada pihak pria dan wanita, dan yang kedua adalah khusus bagi pria saja dan wanita saja, adapun yang pertama adalah kegilaan, epilepsi, adapun yang kedua untuk laki-laki, adalah tidak adanya buah pelir, tidak adanya batang kelamin, dan impotensi, dan untuk wanita adalah kusta, lepra, tak perawan, adanya penghalang pada mulut rahim berupa daging atau tulang, pincang yang terlihat dan buta.
Fasakh bukanlah seperti talak, baik fasakh tersebut dari pihak pria ataupun wanita, maka tidak ada pada fasakh seperti pada talak semisal pada talak tidak bileh mentalak ketika kondisi haid, maka dalam fasakh tidak demikian, dan pada fasakh tidak ada mahar kalau belum berhubungan badan kecuali pada impotensi maka sang wanita berhak mendapatkan setengah dari maharnya.
Tadlis adalah hal yang bisa menyebabkan khayar bagi salah satu pihak , seperti kalau seorang wanita menjelaskan sifat-sifat tertentu seperti tidak gila, atau tidak buta sebelah mata ataupun apa-apa yang menyebabkan kaya pada wanita yang kenyataannya tidaklah demikian, atau bisa pula pada hal-hal yang tidak disebutkan diatas tetapi pada hal kesempurnaan seperti kedudukan, nasab dll akan tetapi harus disebutkan pada masalah ini pada akad dengan bentuk syarat.
Mahar dalam nikah bisa diberikan dari seluruh apa-apa yang bisa dimiliki oleh seorang muslim seperti secara ain baik uang atau benda, atau dain atau piutang yang dipindahkan menjadi mahar atau manfaat dari benda seperti pemanfaatan rumah, tanah, hewan, bisa pula dari manfaat seperti pengajaran ilmu baik agama ataupun selainnya, akan tetapi seperti hal-hal yang tidak bisa dimiliki muslim seperti babi, Homer tidak bisa dijadikan mahar.
Jikalau melaksanakan akad dengan menyebutkan mahar pada nikah daim, maka jikalau sudah bersenggama hak wanita mendapatkan penuh dari mahar tersebut, kalau belum bersenggama maka hal wanita hanya setengahnya dari mahar musamma (mahar yang disebutkan ketika akad), kalau tidak disebutkan dalam akad, maka nikahnya tetap sah, hanya saja wanita tidak mendapatkan mahar kalau belum bersenggama, hanya hal-hal lain berupa hal yang berharga kepadanya, tetapi kalau sudah bersenggama wanita mendapatkan mahar mitsl yakni mahar yang secara adat dan huruf penentuannya.
Ketika sudah dilangsungkan akad nikah daim maka wanita otomatis memiliki hak mendapatkan mahar baik itu setengah atau sepenuhnya baik dibayar segera maharnya atau diwaktu yang ditentukan, semisal kalau terjadi talak setelah berjimak maka hak wanita mendapatkan sepenuhnya dari mahar, berbeda halnya kalau sebelum berjimak maka hak sang wanita hanya setengah dari maharnya.
Diperbolehkan menambahkan syarat dalam akad nikah dengan syarat yang dibolehkan oleh syar'i, dan diwajibkan kepada orang yang dikenai syarat untuk menepatinya, akan tetapi kalau tidak terpenuhi syarat tersebut tidaklah menyebabkan khayyar baginya, kecuali kalau syaratnya mencangkup pada sifat-sifat salah satu mempelai atau keduanya, seperi keperawanan, keimanan dll maka kalau tidak sesuai dengan kenyataan maka khayyar menjadi pilihan
Seseorang tidak boleh tidak menunaikan hak nafkah istri lebih dari 4 bulan, secara ihtiyath setiap empat malam sekali, untuk yang memiliki lebih dari satu istri yakni dua istri maka bisa untuk salah satunya tiga malam dan yang lainnya satu malam secara ihtiyat dua malam dua malam, untuk yang tiga istri, maka bisa untuk salah satunya dua malam dan satu malam- satu malam untuk dua istri lainnya secara ihtiyath satu malam untuk setiap istri untuk yang empat istri maka setiap malamnya untuk setiap istri dan sisanya untuk dirinya
Nusyuz (pembangkangan) di dalam istilah fiqih adalah suami atau wanita yang tidak melaksanakan kewajiban-kewajibannya maka bisa dikenai hukum nasyiz atau nasyizah ini, berbeda halnya dengan masalah-masalah yang tidak wajib maka tidak melaksanakannya tidak masuk dalam kategori ini, sehingga kalau seorang istri masuk dalam kategori ini akan dihukumi tidak berhak mendapatkan nafkah, sedangkan kalau sang suami maka diadukan kepada hakim dan akan terkena hukum tazir.
Jikalau terjadi sifat nusyuz dari kedua belah pihak yang dikhawatirkan akan menyebabkan talak, maka urusan tersebut diserahkan kepada hakim syar'i, dan hakim ssyar'i menguruts dua utusan dari pihak istri dan pihak suami untuk mencari solusi penyelesaian masalah
Bisa dinisbatkan anak kepada suaminya dengan syarat sudah berjimak dan mengeluarkan air mani di dalam rahim atau sekitar kelamin wanita, atau masuknya air mani padanya dengan cara lain, akan tetapi berjimak tanpa mengeluarkan air mani dan kurang atau lahirnya selama enam bulan dari berhubungan badan, atau melahirkannya lebih dari satu tahun , maka dalam menisbatkan kepadanya ada permasalahan.
Dalam masalah hukum melahirkan, tidak diperkenankan dalam proses melahirkan menggunakan dokter atau bidan laki-laki, kecuali dalam kondisi darurat yang tidak ada lagi seorangpun dari pihak perempuan, dan setelah itu mustajab diberi azan pada telinga kanan dan iqomah pada telinga kirinya, serta dioles dengan air urat atau tanah karbala dan diberinama dengan nama yang baik.
Tidak diwajibkan bagi seorang ibu memberikan susu pada anaknya secara gratis atau dengan upah kalau dalam kondisi masih ada wanita lain yang bisa menyusui anak tersebut, berbeda halnya kalau tidak ada wanita lainnya maka wajib baginya, dilain hal sang ibu lebih berhak mengurusi anaknya sampai dua tahun baik itu disusui oleh dirinya atau oleh wanita lainnya.
Jikalau sang suami meninggal dunia maka untuk pengurusan anak yang lebih berhak adalah sang istri dari lainnya baik itu kerabat suaminya bahkan washi, begitupun kalau sang istri meninggal dunia, berbeda halnya kalau keduanya meninggal dunia maka untuk pengurusan diberikan kepada ayah dari sang suami, kalau tidak ada maka diurus menurut tertib ahli waris sang anak.
Wajib nafkah disebabkan dengan salah satu dari tiga : pertama karena ikatan pernikahan, kedua karena kekerabatan, dan ketiga karena kepemilikan seperti budak dan sejenisnya. Dan nafkah karena ikatan pernikahan yakni kepada istri yang taat bukan istri yang pembangkang, akan tetapi tidak hilang kewajiban nafkah kepada istri kalau tidak adanya Tamkin disebabkan alasan syar'i seperi haid, i'tikaf, haji, sakit dll.
Dalam menafkahkan sang istri tidak ada ukuran pastinya dalam masalah jumlah kepadanya, akan tetapi bisa dilihat secara huruf jumlahnya , seperti kita melihat kondisi sang istri pada huruf tertentu, dan bisa dibedakan antara nafkah dan hadiah atau hibah kalau nafkah berupa pakaian , tempat tinggal maka itu pas ahakikatnya adalah milik suami, berebda halnya dengan hadiah dan hibah maka itu milik sang istri.
Nafakah Kepada kerabat yakni kepada kedua orang tua, nenek kakek, sampai ke atas, dan anak-anak, dan cucu-cucu sampai ke bawah, baik laki-laki maupun perempuan kecil ataupun sudah besar orang muslim atau orang kafir, dan tidak diwajibkan kepada ahli waris lainnya pada tingkatan lainnya selain yang disebutkan diatas akan tetapi mustajab.
Wajib bagi anak menafkahi orang tuanya tanpa saudaranya dan pasangan dari orangtuanya, begitu juga wajib bagi ayah menafkahi anaknya tanpa istrinya atau pasangannya, dalam nafkah kerabat kalau tidak ditunaikan nafkah tersebut maka tidak menjadinya berhutang kepada orang yang berhak mendapatkan nafkah berbeda halnya dengan nafkah istri.
Suami yang bisa mentalak istrinya memiliki syarat bahwa dia seorang yang balig dan berakal, maka tidak sah kalau dia masih kecil dan gila dan tidak sah pula dalam keadaan mabuk, disyaratkan juga adanya maksud yang disengaja dan ikhtiyarnya bukan karena paksaan.
Syarat lain dalam talak adalah talak atau perceraian pada nikah dam bukan nikah mut'ah, dan juga mentalak dalam kondisi wanita tidak dalam keadaan haid yang pernah bersenggama dengannya, dan bisa ditalak pada kondisi bersih yang setelahnya tidak bersenggama dengannya, dan hal ini terjadi pada sang suami yang hadir bersama istrinya.
Lafadz talak yang benar adalah dengan bahasa Arab, yakni :Anti Tholiq atau, Zaujati Tholiq, tidak boleh dengan lafaz Lannya bahkan lafaz kinayah yang menunjukkan talak, kalau dia mampu mengucapkan bahasa Arab maka tidak diperkenankan untuk mengucapkan dengan bahasa lainnya dalam lafaz talak tersebut.
Wajib dalam tak itu dihadiri oleh dua orang saksi adil secara bersamaan tidak boleh terpisah pada zamannya, dan keadilan bisa ditentukan secara dzahir kecuali kalau ada khilaf secara waqi' maka talaknya mengalami permasalahan.
Talak ada dua ada yang bid'i yakni talak yang tidak memenuhi syarat-syarat dalam mentalak dan tidak sah dalam mazhab ahlulbait as, kedua adalah talak suni adalah talak yang dimana terpenuhi seluruh syarat-syarat yang ada menurut mazhab ahlulbait as, adapun talak suni dibagi menjadi dua yakni talak ain atau talak yang dimana setelah dilangsungkan talak sang suami tidak ada hak rujuk, dan kedua adalah raj'iah yang mana padanya ada hak rujuk.
Talak yang ketiga setelah tiga kali talak raj'i maka haram bagi pria mantan suami pertama menikahi wanita yang ditalak kecuali telah menikahi dulu pria lain dan kalau setelah selesai idah dari pria kedua bisa kembali ke pria pertama, dengan syarat bahwa pria kedua tersebut harus pria yang balig, kedua telah berhubungan badan dengan melalui qubul dan juga inzal dan ketiga dengan melalui nikah daim
Tidak ada iddah bagi wanita yang ditalak tanpa adanya hubungan badan , begitu juga wanita belum balig yang dijimak, begitupula wanita yang monopous. Adapun wanita yang ada iddahnya itu bagi yang memiliki iddah zat al- aqra atau zat as-syuhur, dan kesemuany terjadi kalau sudah berhubungan badan dengan sang suami.
Yang dimaksud dengan idah zat al-aqra adalah iddah dengan tiga kali bersih tanpa adanya hubungan badan ketika bersihnya tersebut, dan bisa dihitung sesaat setelah talak kalau ada waktu bersih antara talak dan haid pertama, misalnya ketika ditalak dalam keadaan bersih lalu haid, lalu bersih, lalu haid, lalu bersih, maka selesai iddah dengan selesainya haid ketiga.
Iddah nikah mut'ah adalah dua kali haid sempurna bukan dua kali bersih, maksudnya adalah jikalau selesai pada saat haid maka haid tersebut tidak dihitung sebab tidak sempurna maka harus menunggu haid selanjutnya untuk dihitung satu kali haid, itu untuk yang tidak hamil kalau yang untuk hamil adalah selesai melahirkan. adapun iddah wafat adalah empat bulan sepuluh hari untuk wanita bukan hamil kalau yang hamil maka yang paling panjang antara jarak melahirkan dengan iddah wafat.
Ketika seseorang sedang melaksanakan iddah raj'i lalu meninggal dunia sang suami maka dia harus merubah iddah raj'i ke iddah wafat semenjak wafat sang suami, kecuali kalau sedang hamil maka iddahnya adalah yang paling lama waktunya , selain daripada itu wajib kepada sang istri yang ditinggalkan untuk melaksanakan alhidad yakni meninggalkan hal-hal mempercantik diri, kecuali untuk kebutuhan sehari-hari seperti membersihkan diri dll.
Secara ihtiyath jikalau tidak ada khabar sang suami apakah sudah meninggal atau belum maka kewajiban mencari itu setelah diangkat kasus ini di depan hakim, dan juga penggantinya kalau tidak ada atau susah mencapai hakim yakni dengan orang-orang wakil hakim yang mana mengurusi urusan hisbiah, dan kalau tidak ada maka diserahkan urusannya kepada orang-orang adil
Wathi subhat adalah hubungan badan atau jimak pada kondisi tidak mengetahui hukum atau maudhu bahwa yang dilakukan untuk berjimak adalah orangyang tidak boleh untuk dinikahi, atau bukan suami atau istrinya, karena ketidaktahuan inilah maka hubungan atau jima yang telah dilakukan tidak dihukumi zina tetapi sang wanita melaksanakan idah.
Jikalau terdapat padanya lebih dari satu iddah maka kalau diantara iddah wafat dan Wati subhat yang didahulukan adalah iddah yang lebih dulu, jikalau hamil, maka yang didahulukan iddah hamil yakni sampai melahirkan lalu dilanjut ke iddah sebelumnya baik dari awal ataupun diteruskan.
Rujuk bisa dilakukan ketika sang istri masih dalam kondisi iddah raj'i, sehingga kalau telah selesai iddahnya maka tidak ada rujuk pagi mantan suami tetapi yang ada adalah melakukan abad nikah baru kalau ingin menjadikan mantan istrinya istrinya, kembali, adapun untuk rujuk bisa dengan perkataan ataupun dengan perbuatan yang menunjukkan bahwa itu adalah rujuk.
Khulu adalah sejenis talak disebabkan karena ketidaksukaan sang wanita kepada suaminya dengan menyerahkan sejumlah uang kepada suami dari suami atas permintaan istri untuk ditalak oleh sang suami , tentunya dalam hal ini memiliki syarat-syarat tertentu.
Khulu' adalah salah satu dari bentuk Iqa'at tetapi persis dengan 'uqud dikarenakan memerlukan du arah, yakni penyerahan sejumlah harta dari pihak istri kepada pihak suami, , dan hal ini bisa dua bentuk pertama mendahulukan yang diserahkan kemudian ditalak atau bentuk kedua suami langsung mentalak dengan secara jelas menyebutkan 'iwadh atau penggantinya.
Khulu adalah sejenis talak yang ain bukan rujuk, artinya tidak ada rujuk pada saat idah, kecuali kalau sang istri meminta uangnya kembali yang telah diserahkan kepada sang suami dan sang suami memberikannya, maka bisa rujuk kalau masa idah dari khulu'nya belum selesai, itu kalau bukan talak yang ketiga atau istri monopous dan istri yang belum berjimak dengan sang suami.
Dzihar dalam bahasa dari Dzahr atau Dzuhr artinya punggung, jadi memisalkan istrinya dengan punggung ibunya , sebagai kinayah untuk memisalkan istrinya dengan ibunya, ini adalah perbuatan yang haram, apabila seseorang melakukan demikian maka haram baginya berjimak sampai membayar kafarah.
Ila adalah sumpah dari pihak sang suami untuk tidak berhubungan badan dengan sang istri selama-lamanya atau lebih dari empat bulan, dengan maksud untuk menyakiti sang istri, dan dengan hal ini tidak menyebabkan haram bagi sang suami untuk berhubungan badan menyalahi sumpahnya, tetapi dia harus membayar kafarah sumpahnya.
Li'an adalah seperti mubahalah diantara pasangan suami istri yang mana dari tuduhan zina atau menolak anak sang suami yang dikandung atau dilahirkan sang istri, dari hal ini harus terpenuhi syarat-syaratnya, jikalau tidak terbukti tuduhan zina dari sang suami maka sang istri bisa menuntuk kepada hakim untuk menghukum had qazfi kepada suami, kecuali kalau sang suami melakukan li'an.
Syarat-syarat li'an terhadap penuduhan zina kepada istri adalah : 1) dia melihat sendiri sang istri berzina, 2) pada nikah dam dan mut'ah, bukan pada dua orang yang tidak ada ikatan pernikahan, 3) telah berhubungan badan sebelumnya, 4) dan sang istri bukan orang yang masyhur pezina, 5) dan sang istri tidak cacat dari tuli dan buta.
Hal –hal yang terjadi setelah dilakukan li'an adalah 1) terputusnya hubungan suami istri . 2) haram secara abadi baik itu li'an menolak anak atau menuduh zina, 3) hilangnya hukum had zina bagi sang istri kalau melakukan Ian, dan hilangnya hukum had qazfi bagi suami kalau melakukan li'an. 4) tidak dinisbatkannya sang anak kepada sang suami dan tidak saling mewariskan, kecuali intisabnya hanya kepada sang ibu dan yang dihubungkan dengan sang ibu.
Yang bisa menyebabkan waris bisa dikarenakan oleh masa bisa juga oleh sabab, adapun masa dibagi menjadi tiga tingkatan, dimana tingkatan pertama adalah anak dan ke bawah, beserta ayah dan ibu, tingkatan kedua adalah kakek sampai ke atas dan saudara-saudari ke bawah, dan ketiga adalah paman bibi ke atas dan anak mereka ke bawah, adapun sabab adalah dengan ikatan perkawinan dan ala.
Penghalang untuk menerima warisan ada dua ada penghalang secara total atau hajb hirman dan juga ada sebagian, adapun yang total seperti kekafiran, pembunuhan, perbudakan, anak zina, li'an, adapun kafir tidak dibedakan antara kafir asli, ataupun murtad.
Orang Kafir saling mewariskan sesama mereka baik yang seagama ataupun yang berbeda agama, begitupun agama islam saling mewariskan walaupun berbeda mazhab, akan tetapi orang islam dan orang kafir atau yang dihukumi kafir seperti Nashibi, khawarij, dan orang-orang yang secara jelas mengingkari dharuriat dari agama maka tidak mendapatkan warisan dari orang muslim, tidak sebaliknya.
Ketika seseorang murtad fitri misalnya suami , maka otomatis cerai dengan istrinya dan istrinya mendapatkan harta warisan dari sang suami, dan sang istri beriddah selama idah wafat, berbeda halnya kalau sang istri yang murtad maka tidak dibagikan warisannya kepada suami kecuali sesudah wafat.
Penghalang warisan kedua adalah pembunuhan, jadi kalau salah satu membunuh ahli warisnya baik itu ditabaqah pertama , kedua atau ketiga secara sengaja dan secara zalim, maka bagi pembunuh tidak mendapatkan warisan sama sekali, kecuali pembunuhan yang tidak sengaja, atau kesalahan atau pembelaan diri, maka tetap mendapatkan warisan.
Penghalang warisan yang ketiga adalah perbudakan, dan penghalang warisan keempat adalah anak zina, jadi anak zina dan Orangtua yang berzina tidak saling mewariskan, berbeda halnya dengan anak yang sah dari hubungan yang haram seperti berhubungan orang tua di waktu haid atau di waktu bulan Ramadhan maka tidak dihukumi anak zina dan saling mewarisi.
Penghalang kelima adalah LI'an, jadi setelah kedua pasangan saling meli'an maka keduanya cerai dan haram secara abadi dan tidak saling mewarisi, adapun kalau satu saat sang ayah misalnya mengaku bahwa anak yang dinafikan itu adalah anaknya, maka sang anak mendapatkan warisan dari sang ayah tetapi tidak sebaliknya.
Ada hal-hal lain yang bisa juga menjadi penghalang seperti bayi yang baru di dalam kandungan itupun menghalangi tabaqah selanjutnya, begitupula adanya tabaqah sebelumnya menghalangi tabaqah selanjutnya, dan adanya derajat sebelumnya menghalangi derajat setelahnya, derajat adalah seperti cucu dan anak cucu, dimana mereka adalah tabaqah selanjutnya dari yang awal yakni anak langsung.
Adapun HIjab Nuqshon, dianataranya : 1) pembunuhan secara tidak sengaja atau kesalahan, maka dia tidak mendapatkan warisan dari Diah yang diberikan tetapi dia mendapatkan dari peninggalan lainnya, 2) anak laki-laki paling besar menghalangi warisan yang khusus seperti alhabwah, 3) anak secara mutlak mengalangi dari suami atau istri dari bagian yang lebih, 4) ahli waris secara masa ataupun sabab laki laki atau perempuan satu atau banyak mengalangi sah satu pasangan untuk mendapatkan Radd.
Kelanjutan ijab nuqsan 5) ketika kurangnya harta peninggalan dari jumlah yang telah difardhukan maka mengurangi anak perempuan satu atau banyak dan saudara perempuan satu atau banyak , 6) saudara perempuan dari seayah dan seibu atau seayah saja maka menghalangi saudara laki-laki atau perempuan dari kelebihan (radd), 7) anak dan cucu menghalangi ayah atau ibu mayyit dari lebih dari enam secara fardhu, dan 8) adalah ibu terhalangi oleh anak atau saudara laki laki atau perempuan untuk mendapatkan sepertiga.
Dalam pembagian waris bisa dibagi secara fardh atau secara qarobah, adapun secara fardhu adalah jumlah persentasenya sudah ditentukan, berbeda halnya dengan secara qarobah, dan secara fardhu ada enam saham untuk 13 pemilik saham tersebut dan sisanya dengan cara qarobah.
Ta'shib adalah jikalau jumlah harta peninggalan lebih daripada bagian sahamnya maka kelebihan harta diperuntukkan untuk ashobah yakni laki-laki yang dinisbatkan kepada mayyid secara langsung atau tidak langsung dengan perantaraan laki-laki, adapun 'aul adalah jikalau jumlah hartanya lebih kurang maka pengurangan diberlakukan kepada pemilik saham, dan ini ditolak dalam mazhab syiah.
Adapun 'Aul adalah jumlah harta peninggalan kurang daripada bagian Saham yang dibagikan, maka menurut orang yang meyakininya, kelebihan itu mengurangi seluruh pemilik Saham, berbeda halnya dengan mazhab syiah bahwa kelebihan tersebut mengurangi anak bagian anak perempuan satu atau banyak dan saudara perempuan satu atau banyak.
Tidak kembali kelebihan (Rad) dari pemilik saham seperti sang istri secara mutlak baik itu ada pewaris lainnya ataupun tidak ada, sang suami jikalau selainnya ada ahli waris lainnya, lalu sang ibu jikalau ada penghalang berupa anak atau saudara dan saudari mayyit dari pihak ayah ibu atau ayah saja, dan saudara dan saudari mayyit dari pihak ibu dengan adanya kakek dari pihak ayah, ataupun satu dari saudara atau saudari mayyit dari pihak ayah ibu atau ayah saja
Ahli waris pada tabaqoh pertama adalah anak dan anak-nya anak dan seterusnya ke bawah dan ayah dan ibu, maka jikalau ahli waris ayah saja , maka warisan seluruhnya untuknya secara qarobah, kalau ibu saja maka dia mendapatkan sepertiga secara fardhu dan sisanya secara radd, kalau anak laki dan perempuan saja maka bagian laki-laki dua kali bagian perempuan.
Jikalau bertemu ahli waris pada tabaqoh pertama dengan salah satu dari pasangan baik suami atau istri, maka dihitung pertama adalah bagian sang istri atau sang suami, kemudian kepada yang memiliki saham fardh dan pengembaliannya kembali kepada yang memiliki saham fardh.
Jikalau terkumpul kedua orang tua (ayah dan ibu) begitu pula sang istri dan anak perempuan, maka disisihkan bagian untuk sang istri dengan saham yang lebih rendah karena memiliki anak, dan sisanya dibagi kepada sisanya dengan dibagi perlima, kecuali kalau sang ibu memiliki penghalang maka dibagai sisanya kepada perempat.
Cucu atau anaknya anak mendapatkan bagian seperti anaknya sendiri, dan menghalangi pihak pemegang saham baik secara fardhu ataupun sabab. dan mereka mendapatkan bagian seperti bagian anak langsung, seperti cucu perempuan dari anak laki-laki mendapatkan bagian anak laki-laki, dan cucu laki-laki dari anak perempuan mendapatkan bagian perempuan, dan diantara mereka pada anak yang sama dibagi sama rata kalau satu jenis kalau berbeda jenis dibagi laki-laki mendapatkan dua bagian dari perempuan.
Habwah adalah warisan khusus untuk anak lelaki yang paling besar, baik itu secara langsung maupun didahului oleh anak perempuan yang paling besar berupa pemberian khusus dari ayahnya yang meninggal seperti baju, cincin, pedang, buku , Quran, dll, tidak termasuk padanya kendaraan.
Tabaqoh kedua adalah kakek, dan nenek sampai ke atas, begitu juga saudara laki-laki dan sadar perempuan sampai ke bawah artinya anak-anak mereka, dalam hal ini saudara atau saudari seayah seibu menghalangi hak waris saudara atau saudari seibu saja, tetapi bagian mereka sama dengan seayah dan seibu kalau mereka tidak ada.
Kakek dan nenek yang seibu ataupun saudara dan saudari yang seibu saja , mereka kalau sendiri tanpa kelompok lainnya mendapatkan sepertiga dan dibagi sama rata dan sisanya kembali kepada mereka dibagi secara rata, berbeda halnya kalau yang dari pihak ayah maka jenis laki-laki mendapatkan dua bagian dan perempuan mendapatkan satu bagian.
Jikalau pada tabaqoh kedua ini ditambahkan ahli warisnya adalah salah satu dari kedua pasangan suami istri, maka saham untuk suami atau istri mendapatkan saham yang tertinggi karena tidak punya anak , dan sepertiga untuk yang dihubungkan kepada ibu dan sisanya yang dihubungkan kepada ayah.
Jikalau pada tabaqoh kedua ini ditambahkan ahli warisnya adalah salah satu dari kedua pasangan suami istri, maka saham untuk suami atau istri mendapatkan saham yang tertinggi karena tidak punya anak , dan sepertiga untuk yang dihubungkan kepada ibu dan sisanya yang dihubungkan kepada ayah.
Tabaqoh ketiga adalah a'mam dan akhwal, a'mam adalah saudara atau saudari perempuan ayah, sedangkan akhwal adalah saudara atau saudari ibu, begitupula untuk anak-anak mereka ke bawah kalau mereka sudah tidak ada, maka harus tetap memperhatikan derajat yang terdekat, begitupula ketika tabaqoh sebelumnya sudah tidak ada.
Untuk saudari atau saudara ayah yang dimana seayah seibu atau seayah saja dengan ayah kalau lebih dari satu satu jenis dibagi rata kalau berbeda jenis yang pria mendapat dua bagian perempuan, kalau saudara sadari ayah yang seibu dengan ayah kalau satu jenis dibagi rata kalau berbeda jenis dibagi dengan tasaluh, kalau saudara saudari ibu yang seayah seibu atau seayah saja dengan ibu walau berbeda jenis dibagi rata begitupula kalau seibu dengan ibu.
Jikalau terkumpul empat kelompok, yakni saudari/a ayah seayah/seibu atau seayah saja, dengan saudara/saudari ayah seibu saja, dan saudara/saudari ibu seayah/seibu dengan ibu , dengan saudara/saudari ibu seibu dengan ibu saja, maka kalau satu orang 1/6 dari 1/3 , kalau banyak 1/3 dari 1/3 untuk saudara/i ibu seibu, sisa dari 1/3 tadi untuk sadar/i ibu seayah/seibu atau seayah saja, dan 1/6 dari 2/3 (kalau satu orang) , dan 1/3 dari 2/3 (kalau lebih satu orang untuk saudara/i ayah seibu, dan sisanya dari 2/3 tadi untuk saudara/i ayah seayah/seibu atau seayah saja.
Jikalau seluruh tabaqoh ketiga ini empat kelompoknya ditambah dengan salah satu pasangan suami istri, maka, untuk salah satu pasangan suami istri mendapatkan bagian yang paling besar dari sahamnya, lalu 1/3 dari tarikah untuk saudara/i ibu yaitu 1/6 dari 1/3 (satu orang), dan 1/3 dari 1.3 (lebih dari satu orang) untuk saudara/i ibu seibu, sisa dari 1/3 itu untuk saudara/i ibu seayah /seibu atau seayah saja, dan sisanya dari seluruhnya 1/3 dari sisa (kalau lebih dari satu) atau 1/6 dari sisa (kalau satu orang) untuk saudara/i ayah seibu, dan sisanya dari sisa tadi untuk saudara/i ayah seayah/seibu atau seayah saja.
Anak-anak dari saudara/i ayah dan saudara/i ibu mendapatkan saham ayahnya atau ibunya dengan syarat tidak ada dari derajat pertama satupun yang hidup, kalau masih ada dari mereka maka anak-anak mereka tidak mendapatkannya kecuali dalam satu hal yakni anak dari saudara ayah seayah/seibu walaupun ada saudara ayah seayah, dengan syarat tidak ada saudara ayah seayah, dan saudara ayah seibu, dan saudari ayah secara mutlak, dan saudara/i ibu secara mutlak.
Sang Suami akan mendapatkan seluruh bagian warisan kalau tidak ada satupun ahli waris lainnya, berbeda halnya kalau sang istri hanya mendapatkan seperempat , dan sisanya hak Imam as jikalau tidak ada ahli waris yang lainnya, dan pewarisan ini hanya ada pada nikah dam bukan pada nikah mut'ah dan ihtiyath wajib ditinggalkan syarat pewarisan pada nikah mut'ah kalau pun dilakukan syarat secara ihtiyath dilakukan tasholuh.
Sang suami mendapatkan dari sang istri warisan kalau sang istri meninggal dunia baik yang manqulat ataupun yang tidak, akan tetapi sang istri tidak mendapatkan warisan dari sang istri kecuali yang manqulat, jadi sang istri tidak mendapatkan tanah dan harga dari tanah tersebut, akan tetapi sang istri mendapatkan harga dari bangunan atau pohon atau tumbuhan tani, dll.
Sang banci ada dua ada banci yang musykil ada yang tidak , bagi yang tidak musykil maka warisannya ditentukan berdasarkan kelamin yang telah ditentukannya dengan alamat-alamatnya yang muktamar, sedangkan kalau yang musykil maka dia mendapatkan setengah bagian laki-laki begitu juga mendapatkan setengah bagian perempuan.
Jikalau kedua meninggal dunia dalam waktu yang bersamaan baik tanpa sebab seperti meninggal dunia diatas ranjang atau karena sebab-sebab lainnya, maka tidak saling mewariskan, berbeda halnya kalau ragu bersamaan atau tidak atau mengetahui tidak bersamaan akan tetapi ragu mana yang lebih dulu, kalau mengetahui zaman salah satunya maka yang tidak diketahui zamannya mendapatkan warisan.
Sebelum memulai pembahasan harus dipenuhi dulu syarat-syarat daripada hakim itu sendiri diantaranya harus orang yang berakal, dan balig, dan beriman yakni yang bermazhab 12 imam, dan adil, mujtahid mutlak, seorang laki-laki, anak yang halal, dan secara ihtiyat wajib, adalah yang paling alam dalam masalah hukum dan memiliki kekuatan kapalan bukan pelupa.
Adapun syarat-syarat pengklaim itu harus berakal dan baligh dan bukan yang mufallas kalau yang berhubungan dengan harta , klaim berhubungan dengan dirinya atau orang yang dibawah wilayahnya atau perwakilan, dan dengan klaimnya harus yakin, sedangkan syarat orang yang diklaim adalah harus ada bukan ghoib, dan harus jelas.
Hukum had untuk zina harus memenuhi syarat, diantaranya seorang pelaku itu adalah baligh bukan yang belum baligh, dan berakal bukan orang gila, dan mengetahui hukum haramnya zina baik mengetahuinya dengan jalur ijtihad dan jalur taklid, dan juga dengan pilihannya bukan dengan cara paksaan, maka paksaan baik dari atau kepada laki-laki dan perempuan tidak bisa dikatakan berzina bagi orang yang dipaksa.
Bagi pezina yang masuk kategori ihsan maka dihukumi rajam, bagi yang tidak maka hanya dicambuk sebanyak seratus kali, bagi orang yang berzina dengan mahram dengan pengetahuannya maka dihukum mati begitupula homoseks, dan orang-orang yang melakukan kerusakan dimuka bumi, adapun perampok yang memenuhi nishobnya maka dipotong empat jari tangan kanan, dan yang kedua kalinya kaki kiri sampai mata kaki, yang ketiga kalinya dipenjara dan yang keempat kalinya dibunuh.
Perbedaan dari hudud dan ta'zir adalah, kalau hudud itu batasannya tertentukan, sedang tazir tidak da biasanya lebih ringan dari hudud, dan juga ta'zir dipengaruhi Oleh banyak kecilnya dosa, ta'zir juga bisa terkena kepada orang gila dan anak kecil berbeda halnya dengan hudud, kadang kalapula aspek, tempat , zaman, kondisi dll mempengaruhi ta'zir berebda halnya dengan hudud, di dalam ta'zir pun antara budak dan merdeka sama, dan ta'zir itu kadang adalah hak Allah kadang hak manusia, sedangkan hudud hak Allah.
Qishos adalah balasan yang setimpal kepada orang yang melakukan kejahatan secara sengaja baik dengan menghilangkan nyawa orang lain ataupun melukai dan menghilangkan anggota badan orang lain, sehingga di sini qishos bisa berlakuk pada hal yang sengaja dilakukan akan tetapi kalau tidak sengaja seperti kesalahan maka tidak ada qishos akan tetapi dimungkinkan jalan lain bisa dengan jalan diyat atau dimaafkan.
Diyat adalah kewajiban pembayaran dari hal yang telah dilakukannya kepada korban baik itu karena menghilangkan nyawa maka diberikan kepada ahli waris korban ataupun berupa luka dan cacatnya anggota badan maka hal ini diberikan kepada korban, di dalam pembunuhan secara sengaja bisa memilih tiga hal yakni qishos, memafkan atau meminta diyat akan tetapi di dalam ketiak sengajaan atau kesalahan maka hanya ada dua pilihan keluarga Koba yakni memafkannya atau meminta diyat.
Akad ta'min adalah akad diantara dua belah pihak yakni penjamin dan yang dijamin untuk menutupi kerugian yang diderita orang yang dijamin dari pihak penjamin dengan balasan pembayaran uang dari pihak orang yang dijamin dengan jumlah dan waktu yang disepakati dua belah pihak, tentunya dari sini sang penjamin dan yang dijamin harus memiliki syarat-syarat orang yang bisa melaksanakan akad, seperti baligh, berakal, tidak mahjur alaihi, ikhtiar dan adanya maksud.
Beberapa Sarat yang perlu diperhatikan dalam akad ini adalah : 1) penentuan sesuatu yang dijamin apakah jiwa, atau benda atau barang atau kesehatan, 2) penentuan pihak-pihak yang melakukan akad, 3) penentuan jumlah uang yang diserahkan dari orang yang dijamin kepada penjamin, 4) penentuan sebab-sebab kerugian, 5) penentuan cicilan pembayaran jaminan kalau dicicil dan waktu cicilan, 6) penentuan waktu jaminan dari awal sampai akhir.
Pada umumnya ketika seseorang berutang kepada pihak yang memberikan hutang, dia memberikan sejumlah kertas berupa cek atau wesel tagihan, dalam hal ini seorang yang berpiutang bisa menjualnya lagi kepada yang berhutang dengan harga yang lebih sedikit, akan tetapi dia tidak bisa menjual cek tersebut kepada pihak, ketiga dengan harga yang sedikit dari harga cek tersebut sebab dia akan mengambil uang dari orang yang berpiutang pertama dengan harga yang lebih besar.
Jikalau kita menyimpan di bank sejumlah uang dengan jenis pinjaman dan kita mendapatkan lebih darinya berupa bunga maka hal tersebut haram kecuali kalau bunga tersebut jenisnya adalah hadiah dari bank, berbeda halnya kalau menyimpan di bank dengan jenis investasi bersyarikat dengan bank baik dengan sistem wikalah atau mudhorobah maka keuntungan lebih yang diterima nasabah bukanlah riba.
Diperbolehkan untuk seorang wanita mencegah kehamilan baik dengan alat bantu ataupun dengan obat yang pan tidak menyebabkan horor bagi wanita tersebut dan dibenarkan dengan alasan orang-orang yang berakal begitu pula ada izin dari sang suami, dalam masalah pengguran janin tidak diperkenankan dalam majalah apapun , kecuali kalau menyebabkan dhoror bagi sang ibu.
Setiap tingkatan penciptaan janin kalau digugurkan secara sengaja akan menyebabkan adanya dia, dimana jikalau digugurkan dalam kondisi sempurna, kalau itu laki-laki maka wajib membayar 1000 dinar kala wanita setengahnya, kalau nutfah 20 dinar, kalau alaqah 30 dinar, kalau mudhghoh 60 dinar, kalau adhamah 80 dinar kalau sudah dilapis dengan daging maka 100 dinar.
Pada dasarnya proses melakukan bayi tabung dengan artian menggunakan sperma dan telor dari pasangan suami istri yang diletakkan di dalam rahim wanita lainnya atau rahim buatan diperbolehkan, begitu juga kakalu sperma dari orang luar atau telor dari wanita lainnya kepada salah satu rahim maka diperbolehkan juga akan tetapi anaknya dinisbatkan kepada pemilik sperma dan telor.
Pada dasarnya jikalau secara fitrah tabiat seseorang itu wanita padahal dzahirnya itu pria ataupun sebaliknya, maka boleh untuk merubah kelaminnya kepada tabiat dalamnya dia, dan berprilaku dengan apa yang menjadi pilihan barunya, tetapi kalau tanpa alasan demikian maka tidak diperkenankan melakukan hal tersebut.
Pada dasarnya melakukan pembedahan mayyit muslim untuk melakukan penelitian kedokteran tidak diperkenankan, dan yang diperkenankan adalah mayyit orang kafir, akan tetapi kalau untuk penelitian masalah kejahatan diperbolehkan, dan masalah cangkok anggota badan dibolehkan kalau ada izin dari sang mayyit ketika masih hidup atau walinya atau karena pencangkokan itu menentukan hidup matinya jiwa yang Muharam.
Tidak diperkenankan membuka kuburan muslim untuk penelitian masalah tulang, kecuali kalau dalam keadaan mendesak dan ketiadaan kumuran orang kafir maka diperbolehkan, segala hal yang berhubungan dengan kepemilikan mayyit jikalau tidak ada izin dari mayyit tersebut ketika hidup ataupun izin dari walinya ataupun bergantung hidup dan matinya.
Jikalau catur yang mana objek hukumnya secara uruf dizaman sekarang sudah berubah maudhu keseluruhan bukan untuk alat perjudian lagi, diperbolehkan untuk menggunakannya, berbeda halnya dengan kartu ataualat-alat lainnya yang mana merupakan alat perjudian maka tidak diperbolehkan untuk memainkannya walaupun tanpa adanya taruhan, dan barang-barang yang bukan alat judi boleh digunakan dengan syarat tidak adanya pertaruhan.
Musik adalah suara yang keluar dari alat, hukumnya kalau musik yang lahwiah yang menyebabkan terlenanya manusia menjauhkan atau melupakan tuhannya, akhlak yang mulia dan mendekatkan kepada maksiat dan dosa maka diharamkan, kalau Gina yakni suara dari manusia atau nyanyian yakninyanyian dengan tarji' lekukan nada yang sesuai dengan nyanyian di tempat-tempat maksiat dan haram hukumnya.
Belajar alat-alat musik atau lagu nyanyian yang bukan ghina dan bukan untuk musik dan lagu yang cocok dalam majelis maksiat maka diperbolehkan bahkan mengajarkannya, begitupula dalam masalah membeli dan menjual alat-alat musik.
Alat-alat musik yang dimana termasuk secara uruf termasuk alat yang bisa digunakan untuk yang halal atau tidak, maka bisa digunakan untuk yang halal tanpa masalah akan tetapi alat-alat yang secara msyhurnya khusus digunakan untuk hal-hal yang haram maka sekalipun tidak diperkenankan untuk menggunakannya.
Tarian yang menyebabkan munculnya syahwat atau melazimkan perbuatan haram atau mafsadah maka tidak diperkenankan , berbeda hal kalau ada di tempat yang padanya ada Taian kalau itu adalah alamat bagi pentakidan perbuatan yang haram maka tidak diperbolehkan juga kalau tidak menyebabkan demikian maka tidak mengapa.
Melihat wanita yang tidak menggunakan hijab yang tak dikenal berupa gambar tidak dipermasalahkan kecuali bisa menimbulkan fitnah dan hawa nafsu, ataupun kalau melihat wanita muslim yang tak dikenal di dalam film yang tidak secara langsung maka diperbolehkan Kecuali padanya pula menimbulkan fitnah dan hawa nafsu.
Melukis benda-benda baik yang bernyawa ataupun tidak baik sempurna maupun tidak tidak dipermasalahkan, akan tetapi kalau membuat patung benda yang tidak bernyawa baik itu sempurna atau tidak tidak dipermasalahkan berbedahalnya memahat patung manusia dan hewan yang bernyawa maka kalau tidak sempurna tidak dipermasalahkan kalau sempurna ada permasalahan, akan tetapi jual beli dan menjaganya tidak dipermasalahkan.
Haram hukumnya belajar dan mengajari sihir dan sulap akan tetapi hal-hal yang berupa permainan kecepatan tangan tidak dipermasalahkan, begitu pula diperbolehkan belajar dan mengajari ilmu Jafar dan raml, walaupun di zaman ini hal-hal seperti ini jarang sampai pada wilayah ithminan, adapun pengobatan dengan menggunakan jin dengan cara yang halal diperbolehkan.

Sobre este curso
Kursus ini menghadirkan kajian mendalam tentang Ahkam Muamalah bersama Ustaz M. Habri Zen, membimbing peserta memahami hukum-hukum syariat terkait aktivitas sosial, ekonomi, dan hubungan antarindividu dalam kehidupan sehari-hari.
Dimulai dari pembahasan jual beli, kursus ini menjelaskan hukum, syarat, adab, serta permasalahan kontemporer dalam transaksi. Peserta akan mempelajari konsep riba, jual beli nasiah dan salaf, hingga bentuk akad seperti khiyar, jual beli bersyarat, dan hak syuf’ah. Selanjutnya, kursus meluas pada kajian sewa-menyewa, pinjam-meminjam, penggadaian, hawalah, dhoman, kafalah, wikalah, hingga wadi’ah dan ‘ariyah yang menjadi bagian penting dalam ekonomi Islam.
Bab-bab khusus seperti syarikat, mudharabah, muzara’ah, musaqat dijelaskan secara rinci untuk memahami konsep kerjasama dalam bisnis dan pertanian. Peserta juga akan mendalami hukum ju’alah, sarqufliah, serta pembahasan amanah, jaminan, dan perwakilan dalam transaksi.
Kursus ini turut membahas aspek sosial-keagamaan seperti nazar, sumpah, kafarah, hibah, wakaf, shodaqah, dan wasiat, serta aturan-aturan penting terkait perburuan, penyembelihan syar’i, makanan dan minuman halal-haram, hingga ghasab (perampasan hak).
Selain ekonomi, kursus ini juga mencakup pembahasan hukum pernikahan dalam Islam, mulai dari akad, mahar, syarat, pembatal, tahrim (larangan nikah karena nasab, sepersusuan, atau mushaharah), hingga permasalahan rumah tangga seperti pembangkangan (nusyuz) dan pembagian hak-hak suami istri.
Dengan metode penjelasan yang sistematis, praktikal, dan berbasis dalil, kursus ini menjadi panduan komprehensif bagi siapa saja yang ingin memahami muamalah Islami sesuai tuntunan syariat, sekaligus menjadikannya landasan dalam menjalani kehidupan bermasyarakat dengan adil dan berkah.